Sejak terjadi bom bunuh diri di depan gereja Katedral Makassar beberapa hari lalu, isu radikalisme dan terorisme mencuat kembali.
Para pakar, ulama, ormas dan pengamat ramai membahas masalah bom bunuh diri tersebut. Pada saat yang sama, aparat menangkap mereka yang diduga teroris di beberapa daerah, yang dianggap merupakan jaringan para teroris bom bunuh diri di Makassar.
Penangkapan demi penangkapan terhadap mereka yang dicurigai sebagai teroris akan marak di hari-hari mendatang. Apalagi sore ini (31/3) terduga teroris menyerang Mabes Polri dan tampak membawa senjata. Walaupun terduga teroris telah ditembak mati.
Akan tetapi, dampak dari bom bunuh diri di depan gereja Katedral Makassar, serta adanya terduga teroris yang menerobos Markas Besar Polri dan terjadi tembak menembak, maka hampir pasti sebagaimana dikemukakan di atas, diduga akan dilakukan penangkapan demi penangkapan terhadap mereka yang dianggap bagian dari teroris. Ada yang menyebut bahwa pelaku bom bunuh diri dari JAD (Jamaah Ansharuttauhid).
Dua Terduga Teroris Ditangkap di Jawa Timur, Terkait Bom Makassar https://t.co/KLY3zjfOts #TempoVideo
— TEMPO.CO (@tempodotco) March 31, 2021
Densus 88 Antiteror Mabes Polri telah mengamankan LAM, warga Dusun Kentingan. https://t.co/aXxwoi62LV
— Republika.co.id (@republikaonline) March 31, 2021
Umat Islam Disudutkan
Isu radikalisme dan terorisme sangat merusak citra Islam. Apalagi media sosial ramai sekali yang mem-bully mereka yang diduga teroris. Walaupun belum tentu mereka teroris, tetapi citra yang dibangun di tengah-tengah sangat buruk. Bahkan ada yang tidak mau mendekat kepada mereka yang bercadar, celana cingkrang, mukanya ada bekas sujud, dan berjenggot.
Mereka dicitrakan radikal, tidak toleran dan teroris. Bahkan mereka yang diduga teroris di Bekasi, ditemukan ada baju FPI. Hal tersebut sudah dibantah Munarman, Sekretaris Umum FPI. Dia duga sebut sebagai operasi intelijen untuk mengkriminalisasi FPI. Tujuannya untuk menutup pembunuhan 6 laskar FPI di KM 50.
Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin telah menegaskan bahwa tindak kejahatan terorisme dan penyebaran paham radikalisme tidak berkaitan dengan agama karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan tentang kekerasan.
“Terorisme itu tidak ada kaitannya dengan agama. Tidak ada agama yang memberikan toleransi untuk terjadinya aksi terorisme, kekerasan; apalagi sampai membunuh orang lain, bahkan membunuh dirinya sendiri,” kata Maruf Amin usai meninjau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Barito Utara, Kalimantan Tengah, Selasa (30/3/2021).
Oleh karena itu, Wapres RI mengharapkan supaya tindakan terorisme dan penyebaran radikalisme tidak usah dikaitkan dengan agama, walaupun sangat sulit masyarakat tidak mengkaitkan dengan agama Islam karena pelakunya oknum-oknum dari umat Islam.
Lalu coba dikait-kaitkan, antara bom Makassar dengan dua orang Bekasi & Condet. Bukannya sudah disebutkan sejak awal, bahwa JAD lah pelaku bom bunuh diri itu. Lalu di mana pertemuan itu bisa disambungkan antara JAD dan FPI. Sulit dikaitkan dan mustahil. https://t.co/2EVRKE8CRT
— Hidayatullah.com (@hidcom) March 31, 2021
Banyak kejanggalan dari kejadian dugaan tindak terorisme di Mabes Polri https://t.co/0a5P7Yv52l
— Republika.co.id (@republikaonline) March 31, 2021
Faktor Ketidakadilan
Berbagai macam analisis yang dikemukakan tentang penyebab adanya masyarakat yang nekat bom bunuh diri atau menyerang Markas Besar Polri, sebagai sosiologis saya menolak pernyataan yang mengatakan pintu masuk radikalisme dan terorisme adalah Wahabi dan Salafi.
Sebagai sosiolog yang selalu mengamati fenomena sosial, saya berpendapat bahwa penyebab utama radikalisme dan terorisme adalah ketidakadilan.
Dalam bidang hukum, sangat banyak yang melanggar protokol kesehatan, tetapi yang ditangkap hanya Habib Rizieq Syihab dan pentolan FPI. Sementara para calon kepala daerah yang mengikuti Pilkada, mereka yang sedang berkuasa dan pendukung kekuasaan tidak dikenai sanksi hukum melanggar protokol kesehatan seperti HRS dan para pentolan FPI. Sikap tidak adil dalam penegakan hukum sangat menyakiti hati para pendukung HRS dan masyarakat yang sadar hukum dan keadilan.
Selain itu, ketidakadilan dalam bidang ekonomi yang luar biasa menyolok. Sekelompok menguasai ekonomi yang kemudian berkolaborasi dengan penguasa dan mendapat perlindungan dan perlakuan istimewa. Ketidakadilan semacam ini telah menjadi pengetahuan umum masyarakat.
Menteri dan Petinggi Partai Ramai-ramai Temui Gibran, Ada Apa? https://t.co/wxU6HzpxtY
— VIVAcoid (@VIVAcoid) March 31, 2021
Mereka yang tidak berpikir panjang atau sumbu pendek, ada yang memilih bom bunuh diri atau menyerang Markas Polisi untuk melawan ketidakadilan.
Perbuatan radikal dan teror harus diakhiri dalam melawan ketidakadilan karena tidak akan pernah menang. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan? Gunakan hak suara dalam pemilu. Pilih pemimpin dan partai yang benar.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
