Sejak lama saya berpendapat bahwa kunci kemajuan Indonesia terletak pada pendidikan yang berkualitas. Agar kita dapat menjadikan Indonesia Emas 2045 milik rakyat Indonesia, kita harus memajukan pendidikan bangsa.
Bangsa-bangsa di dunia yang sudah maju sekarang ini, tidak ada lain yang membawa mereka maju kecuali pendidikan. Ketika rakyatnya berpendidikan baik, maka kualitas rakyatnya meningkat. Kalau rakyat sudah berkualitas, maka akan hadir inovasi dalam berbagai bidang. Pada saat itu, akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam berbagai bidang.
Sebaliknya, kalau yang berpendidikan baik dan berkualitas, hanya sekelompok kecil jumlahnya, maka mereka saja yang menikmati kemajuan dan tidak bisa menghela pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi. Kalau terjadi pertumbuhan, tidak menghadirkan pemerataan dan keadilan sosial. Justru yang terjadi adalah kesenjangan dan ketidakadilan sosial.
Mau Tahu Kondisi Indonesia di 2045? Begini Gambarannya https://t.co/LcexbVWZnH
— Liputan6.com (@liputan6dotcom) April 1, 2021
SDM Masih Terpuruk
Indonesia walaupun sudah merdeka 75 tahun lamanya, tetapi faktor sumber daya manusia masih menghadapi masalah besar.
Sebagai indikator, pekerja formal Indonesia masih didominasi tingkat pendidikan rendah, SMP ke bawah 36,6%. Sedangkan diploma dan universitas 24%. Sisanya, SMA 23% dan SMK 16,4%.
Selain itu, masih banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal, yaitu SMP ke bawah 75,6%, SMA 14,2%, SMK 6,9%, diploma 3,3%.
Lulusan SMA pun masih banyak yang bekerja di sektor informal. Sektor informal berarti gajinya sangat tidak pasti atau sangat rendah. Mereka tidak memiliki jaminan sosial, dan kesejahteraan mereka tidak baik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan biang kerok penyebab Indonesia belum bisa keluar dari middle income trap. Apa saja? https://t.co/MRY1fvNHNo
— DetikFinance (@detikfinance) April 1, 2021
Jebakan Middle Income
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah membeberkan tantangan Indonesia untuk keluar dari middle income trap. Middle income trap adalah istilah yang disematkan kepada negara yang belum bisa naik kelas dari pendapatan menengah ke bawah.
Tantangan yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas sumber daya manusia (SDM). Menteri Keuangan RI menyebutkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih didominasi oleh kapital atau modal, serta menambah jumlah pekerja.
Produktivitas kita yang rendah terlihat dari komparasi dengan negara-negara lain dihitung dari total factor productivity (TFP), sumber daya manusia Indonesia dibandingkan dengan negara-negara (seperti) Filipina menunjukkan setiap kali mau growth kita hanya didominasi penambahan kapital yang banyak, dan menambah jumlah tenaga kerja. Indonesia nyaris tidak memiliki total factor productivity (TFP) sebagai sumber pertumbuhannya.
Sri Mulyani Indrawati lebih lanjut mengemukakan “kalau kita bicara seperti pemenang Nobel yang mengatakan bahwa kita lebih banyak tumbuh dengan menggunakan otot dan keringat, yaitu banyak modal dan banyak tenaga kerja, tetapi tidak menciptakan nilai tambah berdasarkan innovation.”
Dominasi penduduk usia muda jadi bonus demografi Indonesia untuk lahirkan startup. https://t.co/b3H3QnGKTp
— Republika.co.id (@republikaonline) November 3, 2020
Sri Mulyani Sebut SDM RI Kalah Produktif dari China dan India https://t.co/D4xbcaFh5Q
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) April 1, 2021
Bonus Demografi
Jika Indonesia bisa meningkatkan pendidikan rakyatnya secara berkualitas dan merata, maka pada tahun 2030, Indonesia akan panen produktivitas sumber daya manusia, dan akan memberi sumbangsih yang amat besar dalam menghela pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti
negara-negara lain yang memiliki tingkat produktivitas yang baik sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi negaranya.
Oleh karena itu, tantangan dunia pendidikan di Indonesia sangat berat dan menantang karena tidak hanya mewujudkan pendidikan untuk semua (education for all), tetapi meningkatkan kualitas pendidikan dan etos kerja.
Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia Turro Selrits Wongkaren mengingakan lonjakan pengangguran bila bonus demografi tidak dikelola baik. https://t.co/G0mNfRcLaA #TempoBisnis
— TEMPO.CO (@tempodotco) September 11, 2020
Menurut saya, tidak ada pilihan yang harus dilakukan kecuali mewujudkan pendidikan berkualitas dan merata, agar Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi yang dominan berusia muda.
Momentum demografi yang dominan berusia muda merupakan kekuatan Indonesia di masa depan. Maka, suka tidak suka dan mau tidak mau, kita harus membuat SDM kita berkualitas, sehingga mampu berinovasi dan terus bisa bekerja dengan teknologi, sehingga produktivitas bangsa Indonesia naik, dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Ini adalah tantangan sekaligus peluang yang harus dimanfaatkan untuk membawa Indonesia maju di masa depan.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Rektor Univ. Ibnu Chaldun Jakarta.
