Para pendiri Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 telah menyepakati bahwa Indonesia berdasarkan Pancasila. Dengan demikian Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia yang harus diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam susunan Pancasila rumusan terakhir yang disetujui dan disahkan pada 18 Agustus 1945 menjadi dasar negara berbunyi sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Akan tetapi dalam pengamalan kelima sila dari Pancasila, masih jauh dari yang diharapkan. Setidaknya ada dua sila yang defisit diamalkan yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kata adil dan keadilan pada sila kedua dan sila kelima dari Pancasila harus dimaknai tidak hanya secara personal tetapi dalam segala hal terutama keadilan hukum, keadilan ekonomi, keadilan sosial dan sebagainya.
Sekarang ini publik mempertanyakan penerapan adil dan keadilan dalam bidang hukum, ekonomi, sosial dan sebagainya.
"Lawan kezaliman, jangan lelah, jangan berhenti lawan kezaliman. Tegakkan keadilan!" teriak Rizieq Shihab dari bus tahanan. #TempoMetro https://t.co/l9v5YhoX5L
— TEMPO.CO (@tempodotco) March 26, 2021
Keadilan Sosial Semakin Jauh Pengamalannya
Publik tidak bisa disalahkan kalau mengatakan bahwa keadilan sosial dari pengamalan sila kedua Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semakin lama semakin jauh dari yang diharapkan.
Dalam kasus kerumunan massa di masa pandemi Covid-19 sebagai contoh, masyarakat merasa ada ketidakadilan yang nyata dalam penegakan hukum. Hanya Habib Rizieq Syihab, Ustaz Shobri Lubis dan kawan-kawannya yang dikenakan hukuman dalam pelanggaran kerumunan massa. Pada hal dalam realitas sangat banyak yang melakukan pelanggaran kerumunan massa.
Bagi FPI dugaan pidana kerumunan massa Petamburan adalah bentuk diskriminasi. https://t.co/1wTV8e52Lo
— Republika.co.id (@republikaonline) November 27, 2020
Rizieq Syihab Sebut FPI Sejalan dengan Pancasila dan Menentang ISIS: Rizieq menjelaskan antara syariat Islam dan Pancasila tidak bertentangan. Karena hampir seluruh syariat Islam sudah diterapkan dalam Pancasila hanya pada bagian sanksi hukuman saja yang… https://t.co/YkQt2zBtmo
— Merdeka.com (@merdekadotcom) May 3, 2021
Hal yang sama dalam kasus SP3 Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dilakukan Syamsul Nursalim dan Ny. Itjih Syamsul Nursalim, masyarakat sangat merasakan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum. SP3 itu diberikan untuk tersangka yang merugikan negara senilai Rp 4,58 triliun. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1997. Pemerintah melalui Bank Indonesia menggelontorkan dana yang amat besar untuk menyelamatkan bank-bank yang mengalami pendarahan akibat krisis ekonomi. Ada yang menyebut kerugian negara mencapai Rp 2.000 triliun, Nilai uang saat itu sangat besar jika dibandingkan saat ini yang telah mengalami depresiasi. Dana yang digelontorkan untuk menyelamatkan bank-bank milik konglomerat, bukan digunakan untuk menyelamatkan bank yang dimiliki, tetapi dananya dibawa lari keluar negeri. Kalau mau adil para konglomerat yang mengkorupsi uang negara dihukum mati, malah dibebaskan dari tuntutan hukum.
KPK Terbitkan SP3 Kasus BLBI, PKS: Cederai Rasa Keadilan https://t.co/hKG4mQ46eJ #TempoNasional
— TEMPO.CO (@tempodotco) April 3, 2021
ICW Nilai Penghentian Perkara BLBI Sjamsul Nursalim Efek Buruk Revisi UU KPK https://t.co/GDzv8hPwae #TempoNasional
— TEMPO.CO (@tempodotco) April 2, 2021
Perasaan masyarakat adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum bersumber dari keyakinan teologis dan ideologis. Keyakinan teologis saya sebut keadilan teologis bersumber dari Allah yang dapat dibaca dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan Bertakwalah kepada Allah, sesungguhmya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Selain itu, keadilan ideologis yaitu rasa keadilan masyarakat yang bersumber dari pemahaman dan penghayatan Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perintah untuk menegakkan keadilan dalam segala bidang sangat penting dilaksanakan karena rasa keadilan masyarakat amat tercederai dengan penegakan hukum yang tebang pilih, tajam ke bawah tumpul ke atas, atau tumbul ke kanan, tajam ke kiri. Mereka yang dianggap beroposisi dengan pemerintah, hukum tajam kepada mereka. Sebaliknya, mereka yang mendukung pemerintah, seolah hukum tumpul terhadap mereka.
Masyarakat menghendaki adanya keadilan sosiologis, di mana semua orang berkedudukan sama dihadapan hukum. Tidak dibedakan antara satu dengan yang lain.
Prinsip “equality before the law” yaitu persamaan dihadapan hukum. Hukum diberlakukan sama kepada setiap orang.
Kalimat itu hanya indah dikemukakan, tetapi dalam penerapannya masih harus diperjuangkan dengan sekuat-kuatnya karena publik tetap menganggap bahwa prinsip kesamaan kedudukan dihadapan hukum masih tak obahnya kata pepatah “jauh panggang dari api.”

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
