Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sarat dengan pasal-pasal tentang HAM misalnya hak manyampaikan pendapat di muka umum dijamin dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.”
Selain itu, hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
Akan tetapi dalam kenyataan, hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum secara bebas dan merdeka semakin tidak nyaman.
Pada 18 Mei 2021, 115 negara menyatakan setuju terhadap resolusi The Responsibility to Protect (R2P), 28 abstain, dan 15 negara, termasuk Indonesia, menolak.
Kami menyayangkan sikap Indonesia yang menyatakan “TIDAK” di Sidang Umum PBB terkait resolusi R2P.https://t.co/mLptOWepUW pic.twitter.com/8pME1gZyvt— Amnesty International Indonesia (@amnestyindo) May 20, 2021
Amnesty Internasional: Densus 88 Langgar HAM Saat Tangkap Munarmanhttps://t.co/UI5eKX7sig
— GELORA NEWS (@geloraco) April 28, 2021
Diabaikannya Pelanggaran HAM
Salah satu bukti bahwa diabaikannya pelanggaran HAM ialah penolakan Indonesia atas resolusi PBB terkait pelaksanaan tanggung-jawab untuk melindungi atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah. Hal ini membuat Indonesia Masuk List Of Shame UNWatch.
Direktur Eksekutif Amnesty International dan juga Ketua Dewan Pengurus lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) Usman Hamid telah menegaskan:
“Kami menyayangkan sikap Indonesia yang menyatakan “TIDAK” saat pemungutan suara di Sidang Umum PBB terkait resolusi pelaksanaan Tanggung jawab Untuk Melindungi (Responsibility To Protect) atas situasi kejahatan yang tergolong amat serius di Palestina, Myanmar dan Suriah, terutama kejahatan terhadap kemanusiaan. Padahal jenis kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat dan melanggar hukum Indonesia, yaitu UU No. 26/2000.”
LIST OF SHAME: Countries who just voted NO to UN General Assembly resolution on the Responsibility to Protect.
🇰🇵 North Korea
🇰🇬 Kyrgyzstan
🇳🇮 Nicaragua
🇿🇼 Zimbabwe
🇻🇪 Venezuela
🇮🇩 Indonesia
🇧🇮 Burundi
🇧🇾 Belarus
🇪🇷 Eritrea
🇧🇴 Bolivia
🇷🇺 Russia
🇨🇳 China
🇪🇬 Egypt
🇨🇺 Cuba
🇸🇾 Syria pic.twitter.com/AohcXFvxBY— UN Watch (@UNWatch) May 19, 2021
Selain itu ketika eks sekretaris FPI Munarman ditangkap banyak aktivis HAM Indonesia yang menegaskan bahwa hal ini merupakan pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum di Indonesia.
M. Hariadi Nasution, Ketua Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (TAKTIS), menyebut penangkapan terhadap Munarman telah menyalahi prinsip Hak Asasi Manusia dan asas hukum. #TempoMetro https://t.co/UTMRorVHzo
— TEMPO.CO (@tempodotco) April 28, 2021
Direktur Eksekutif Amnesti International Indonesia Usman Hamid menilai Densus 88 Antiteror Polri telah melanggar Hak Asasi Manusia saat menangkap eks sekretaris FPI Munarman https://t.co/cWkg9viMzz
— Hidayatullah.com (@hidcom) April 29, 2021
Selengkapnya mengenai catatan kritis KontraS akan kinerja 100 hari Kapolri Listyo Sigit bisa diakses di https://t.co/u3qBLo6JBW
— KontraS (@KontraS) May 7, 2021
Keadilan Ditegakkan
Kita patut prihatin sikap Indonesia yang tidak memberikan sikap yang adil atas situasi kemanusiaan di Palestina, Miyanmar dan Suriah. Padahal banyak rakyat Indonesia sangat kuat dukungannya terhadap perjuangan bangsa Palestina dan berharap akan keadilan ditegakkan.
Pertanyaannya, mengapa Indonesia tidak memberikan suara YA untuk menghentikan pelanggaran HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah melalui voting di PBB.
Menurut saya, penolakan resolusi tersebut oleh Indonesia diduga karena ada persoalan domestik yaitu masalah Papua, di mana Indonesia sering dituduh melakukan pelanggaran HAM di Papua.
Sejatinya kalau Indonesia menyatakan YA dalam voting di PBB tentang pelanggaran HAM berat di Palestina, Miyanmar dan Suriah, justru bisa membersihkan nama Indonesia di dunia internasional bahwa Indonesia tidak ada masalah serius tentang pelanggaran HAM di Indonesia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid geram dengan penolakan Indonesia atas resolusi PBB terkait pelaksanaan tanggung jawab untuk melindungi atas kejahatan HAM di Palestina, Myanmar dan Suriah. #TempoDunia https://t.co/WNFpBQlzPy
— TEMPO.CO (@tempodotco) May 20, 2021
Dengan sikap seperti dikemukakan di atas, maka masa depan Indonesia bisa dipastikan bakal mendapat gempuran tentang pelanggaran HAM. Gempuran itu berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri.
Sebagaimana diketahui bahwa The Responsibility to Protect (R2P) adalah komitmen masyarakat dunia yang disetujui oleh semua negara anggota PBB pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia tahun 2005. Komitmen itu untuk menangani serta mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang sangat serius di bawah hukum internasional, yaitu genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan sebagainya.
Dengan sikap Indonesia yang menyatakan TIDAK terhadap kasus pelanggaran HAM berat di Palestina, Miyanmar dan Suriah, maka bakal hilang kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia dalam penegakan dan perlindungan HAM. Juga secara tidak langsung, Indonesia membuka boroknya di dunia internasional bahwa ada pelanggaran HAM di Indonesia yang ingin ditutupi.
Dengan penolakan Indonesia terhadap resolusi PBB tentang pelanggaran HAM di Palestina, Miyanmar dan Suriah, maka Indonesia juga memperlihatkan rendahnya komitmen dalam memajukan dan melindungi HAM di dunia. Juga Indonesia digolongkan sejajar dengan 14 negara lain yang memiliki reputasi rendah di bidang HAM.
AS Beberkan 8 Pelanggaran HAM Indonesia selama 2020 https://t.co/1dL3XZ6UBW
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) March 31, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
