Sebanyak 73 Guru Besar yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi telah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi terkait dengan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satu isi para guru besar tersebut yang disampaikan pada 24 Mei 2021 kepada Presiden Jokowi bahwa pertama, penyelenggaraan TWK tidak berdasarkan hukum dan berpotensi melanggar etika publik. Merujuk pada Undang-Undamng Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara, tidak ditemukan kewajiban bagi pegawai KPK untuk mengikuti TWK.
Kedua, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada pegawai KPK terindikasi rasialis, melanggar hak asasi manusia (HAM) dan diskriminatif pada kelompok tertentu.
Sejumlah tokoh nasional dan kalangan akademikus menilai ketidaktegasan Jokowi, yang hanya mengimbau agar tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan alasan pemecatan, membuat pimpinan KPK tetap menyingkirkan 51 pegawainya. #korantempodigital #KoranTempo https://t.co/34vT7Shaw0 pic.twitter.com/e0R2MTknw0
— Koran Tempo (@korantempo) May 27, 2021
Pegawai KPK yang lolos tes wawasan kebangsaan membuat surat terbuka berisi pernyataan sikap. Mereka mendukung Novel Baswedan dan para pegawai yang dinonaktifkan gara-gara tak lolos tes kontroversial tersebut. #TempoNasional https://t.co/C8upz2ymqL
— TEMPO.CO (@tempodotco) May 25, 2021
Pertanyaan Tes Wawasan Kebangsaan
Media Online telah memberitakan secara luas setidaknya 13 pertanyaan yang dikemukakan dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
1. Islamnya apa?
2. Kalau shalat pakai doa qunut
3. Kenapa belum menikah?
4. Di 2019 pilih siapa?
5. Mendukung FPI atau tidak?
6. Bagaimana pandangan anda tentang Habib Rizieq Syihab?
7. Apakah setuju Papua Merdeka?
8. Apakah anda setuju dengan pengesahann UU Cipta Kerja?
9. Bersediakah anda membela pemerintahan dalam polemik apapun?
10. Apakah anggota kepolisian yang telah melanggar kode etik dapat menjadi Ketau KPK?
11. Apakah anda menyetujui gerakan LGBT?
12. Apa hukum yang tepat bagi LGBT?
13. Sebutkan Tweet Presiden Jokowi yang mendapat like paling banyak?
Sejumlah pegawai KPK yang dinyatakan lulus tes wawasan kebangsaan mendesak pelantikannya ditunda demi kepastian 75 rekannya. KPK akan menggelar rapat pada Senin mendatang, sehari sebelum pelantikan. https://t.co/xsJ4wpVMO8 #KoranTempo
— Koran Tempo (@korantempo) May 28, 2021
Korupsi merajalela. Itu diakui Prof Mahfud MD, Menko Polhukam RI. Aneh bin ajaib, KPK justeru dilemahkan dgn merevisi UU KPK dan Memecat para penyidik KPK yang handal dan berani melawan korupsi. Klik YouTube tonton dan Subscribehttps://t.co/ckls6BL546
— Musni Umar (@musniumar) May 29, 2021
Analisis Pertanyaan TWK
Dalam TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) muncul pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan Wawasan Kebangsaan. Sebagai contoh dapat dikemukakan pertanyaan yang menurut saya tidak relevan dalam TWK karena menyangkut keyakinan dalam beragama setiap warga negara sebagai impelemntasi dari kepercayaan kepada “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang merupakan sila pertama dalam Pancasila.
Pertanyaan pertama, Islamnya
apa? Pembuat pertanyaan tersebut menurut saya konyol, karena apa kaitan dengan “Tes Wawasan Kebangsaan.” Mungkin melalui TWK ingin mengetahui tingkat radikalisme seseorang dengan pertanyaan Islam apa? Kalau jawabannya Islam “Ahlunnah wal jamaah,” maka pasti moderat kalau selain itu, masuk kategori “radikal.” Padal asumsi semacam itu sangat keliru.
Perrtanyaan semacam itu, mencerminkan bahwa yang membuat pertanyaan penuh dengan prasangka buruk kepada penyidik atau pengawai KPK. Selain itu, yang membuat pertanyaan pemahamannya terhadap Islam sangat dangkal. Padahal dalam Islam, ketika seseorang sudah mengucapkan syahadat (kesaksian) “Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasulullah” (Saya bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah (rasulullah), maka orang tersebut sudah Islam atau telah menjadi Muslim (menjadi orang Islam). Jadi kalau ditanya Islam apa? Ya Islam tidak ada embel-embelnya.
Mungkin yang ingin ditanyakan apakah anda Islam Syi’ah atau Islam Sunni?
Sekedar untuk menyegarkan pemahaman dalam sejarah Islam bahwa setelah Rasulullah wafat, muncul pendapat dari kalangan keluarga Rasulullah dan pendukung keluarga bahwa yang harus menjadi khalifah untuk menggantikan Muhammad saw yang sudah wafat adalah dari keluarga Rasulullah yaitu Ali Bin Abi Thalib yang merupakan keponakan Muhammad saw. Kelompok keluarga dan yang mendukung Ali Bin Abi Thalib menjadi khalifah, kemudian disebut Syi’ah (syi’atu ‘Ali} yaitu pengikut Ali. Dalam perkembangannya kemudian Syi’ah disebut sebagai sekte keagamaan dalam Islam.
Sementara yang mendukung terpilihnya Abu Bakar As-Shiddiq menjadi khalifah untuk menggantikan Muhammad saw yang sudah wafat disebut Sunny, yang populer dengan sebutan “Alhussunnah Wal jamaah” yaitu mereka yang dianggap berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan Sunnah Khulafaurrasyidin. Khulaurrasyidiin yaitu kekhalifahan Islam.
Pertama, Abu Bakar As-Shiddiq,
Kedua, Umar bin Khattab,
Ketiga, Ustman bin Affan,
Keempat, Ali bin Abi Thalib.
Pertanyaan kedua, kalau shalat pakai doa qunut? Pertanyaan ini sangat tidak relevan dalam TWK karena menanyakan keyakinan agama setiap warga negara Indonesia. Masalah qunut ini adalah persoalan khilafiyah yaitu berpedaan pendapat dalam cabang ibadah (furu’iyah) yang terjadi dikalangan Muslim. Ada yang selalu membaca qunut pada setiap salat Subuh, ada juga yang membaca qunut pada rakaat kedua (terakhir) setelah ruku’ dan berdiri tegak (i’tidal).
Mereka yang selalu membaca qunut dan kalangan NU dan tidak membaca qunut dari kalangan Muhammadiyah.
Pertanyaan ini sangat berbahaya, karena memecah belah umat Islam. Sekali lagi ada persangkaan yang sangat buruk, terhadap kelompok dalam Islam yang tidak membaca qunut, padahal membaca qunut tidak wajib. Yang wajib adalah salat, sedang membaca qunut bisa dilakukan, bisa juga tidak membaca qunut.
Pertanyaan ketiga, kenapa belum menikah? Pertanyaan ini sesat dan menyesatkan. Masalah menikah, tidak semata atas kemauan tiap individu. Untuk menikah tidak bisa tanpa ada jodoh. Jodoh sekali lagi bukan semata atas kemauan tiap orang, tetapi ada faktor yang kadangkala manusia tidak mengetahuinya. Maka ada ungkapan bahwa jodoh itu ditangan Tuhan, bukan ditangan manusia. Manusia bisa berusaha mencari jodoh untuk menikah, tetapi sekali jodoh itu ditangan Allah yang maha kuasa. Jadi sekali lagi pertanyaan tersebut sangat tidak tepat dan tidak relevan dalam TWK.
Pertanyaan keempat, Di 2019 pilih siapa? Pertanyaan ini sekali melanggar asas kebebasan dalam berdemokrasi. Oleh karena, setiap warga negara Indonesia, bebas dipilih dan memilih. Pertanyaan tersebut tidak relevan, menurut saya sesat dan menyesatkan.
Pertanyaan kelima, mendukung FPI atau tidak. Pertanyaan ini, sekali lagi tidak relevan dengan TWK. FPI itu walaupun sudah dibubarkan, tidak salah kalau ada WNI termasuk pegawai KPK mendukung FPI karena dia bukan organisasi politik seperti PKI yang sudah dilarang. Mendukung FPI sebelum dibubarkan tidak masalah. Setelah dibubarkan, apanya yang mau didukung?
Pertanyaan keenam, Bagaimana pandangan anda tentang HRS? Pertanyaan ini tidak relevan dengan TWK. Mendukung ulama yang lurus seperti HRS tidak masalah bagi siapapun termasuk ASN. Sejauh dukungan itu hanya dalam hati.
#SkandalNasionalKPK. Polemik Pemecatan Pegawai KPK. "Apa kurang jelas arahan dari Presiden? Pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan tidak serta merta dijadikan alasan untuk memberhentikan pegawai" ~ @MardaniAliSera https://t.co/K2bp2dUnKl
— DPP PKS (@PKSejahtera) May 29, 2021
Ketum Partai Demokrat @AgusYudhoyono menilai, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan pegawai KPK dalam rangka peralihan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak relevan. Sebab, TWK tidak diperlukan saat bertugas di lembaga antirasuah tersebut.https://t.co/tE1YSAPPUQ
— Partai Demokrat (@PDemokrat) May 29, 2021
Penyidik Yang Jujur
Sejatinya para pegawai KPK yang jujur menjawab segala macam pertanyaan, diberi apresiasi dan tidak di PHK.
Mereka yang menjawab pertanyaan yang dikemukakan diatas, adalah penyidik dan karyawan KPK yang hebat dan handal. Mereka itu yang harus diutamakan kalau mau dijadikan ASN.
Oleh karena, KPK sebagai garda terdepan dalam memberantas dan mencegah merajalelanya korupsi sangat memerlukan penyidik dan karyawan KPK yang jujur, benar, berani dan lurus.
Kalau mereka mau menipu para asesor yang menyampaikan pernyataan konyol dengan menjawab sesuai arah politik nasional, maka dengan mudah mereka lolos dalam TWK.
Karena kejujuran mereka, akhirnya dikorbankan dengan alasan sudah tidak bisa dibina. Padahal Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa mereka tidak boleh di PHK. Begitu juga, MK telah memberi putusan bahwa pegawai KPK yang mau di ASN-kan tidak boleh dirugikan.
Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa mereka telah dikorbankan dengan alasan tidak lolos TWK. Padahal kalau mau terbuka, menerima UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah serta Putusan MK bahwa dalam proses menjadi ASN, penyidik dan pegawai KPK yang tidak lolos TWK, tidak perlu dijadikan ASN, mereka tetap menjadi pegawai KPK seperti sebelum ada TWK karena UU KPK yang baru tidak menyebutkan adanya TWK dalam rangka proses alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN. Selain itu, tidak usah semua pegawai KPK dijadikan ASN, ada karena faktor umur, sudah pernah menjadi aparat kepolisian seperti Novel Baswedan, kemudian mengundurkan diri sebagai aparat kepolisian dan memilih menjadi penyidik dan pegawai KPK.
Disamping itu, ASN sudah terlalu banyak, mengapa penyidik dan pegawai KPK mau dijadikan ASN lagi. Padahal akan semakin memberi beban kepada pemerintah untuk membayar gaji dan pensiun.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
