Ribuan orang turun ke jalan memprotes pembunuhan secara brutal 4 orang dari keluarga Muslim yaitu Salman Afzaal bersama sang isteri Madiha Salman, Yumnaa Afzaal dan ibu Salman Afzaal yang dilakukan oleh Nathaniel Veltman, yang sengaja menabrakkan truk besar kepada mereka karena Islamofobia pada (Ahad, 6/6/2021).
Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa serangan 11 September 2001.
Satu keluarga Muslim itu ditabrak sebuah truk seberat setengah ton saat mereka berjalan-jalan dan berdiri di persimpangan. Nathaniel Veltman sengaja menabrak keluarga Muslim itu hingga melompati trotoar.
Ribuan Warga Kanada Gelar Aksi Damai Kecam Islamofobia https://t.co/jJMIZroNMw #TempoDunia
— TEMPO.CO (@tempodotco) June 13, 2021
Keluarga Muslim Jadi Korban Islamofobia, Warga Kanada Demo https://t.co/bgjaS6LZYY
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) June 13, 2021
Ribuan Orang Protes Sosial
Peristiwa itu, membuat Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau marah dengan menyebut pembunuhan itu sebagai serangan teroris dan bersumpah untuk menekan kelompok sayap kanan dan kebencian yang secara massif berkembang di online.
Orang-orang di London, Ontario berbaris sekitar 7 kilometer dari tempat di mana keluarga itu ditabrak. Beberapa di antaranya membawa plakat dengan pesan bertuliskan ‘Benci tidak punya rumah di sini’, ‘Cinta di atas kebencian.’
Sementara itu, aksi serupa juga diadakan di kota-kota lain di Ontario, provinsi terpadat di Kanada.
“Bagian terbaiknya bukan hanya jumlahnya, tetapi keragaman orang-orang yang datang dari setiap komunitas di London, bersatu untuk tujuan ini,” kata mahasiswa berusia 19 tahun Abdullah Al Jarad pada pawai tersebut, dikutip dari wawancara Reuters, Sabtu ini (12/6/20
Serangan itu memicu kemarahan seluruh penduduk Kanada. Para politisi mengutuk kejahatan itu. Serangan itu pun mendorong seruan yang berkembang untuk mengambil tindakan demi mengekang kejahatan rasial dan Islamofobia.
Orang-orang di London, Ontario berbaris sekitar 7 kilometer dari tempat di mana keluarga itu ditabrak. Beberapa di antaranya membawa plakat dengan pesan bertuliskan ‘Benci tidak punya rumah di sini’, ‘Cinta di atas kebencian.
Sementara itu, aksi serupa juga diadakan di kota-kota lain di Ontario, provinsi terpadat di Kanada. Adapun London merupakan kota terbesar keempat di Provinsi Ontario.
“Bagian terbaiknya bukan hanya jumlahnya, tetapi keragaman orang-orang yang datang dari setiap komunitas di London, bersatu untuk tujuan ini,” kata mahasiswa berusia 19 tahun Abdullah Al Jarad pada pawai tersebut, dikutip dari wawancara Reuters, Sabtu ini (12/6/2021).
Serangan itu memicu kemarahan seluruh penduduk Kanada. Serangan itu pun mendorong seruan yang berkembang untuk mengambil tindakan demi mengekang kejahatan rasial dan Islamofobia.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menghadiri upacara untuk mengenang satu keluarga Islam yang dibunuh di Ontario, Kanada. #Islamofobia #JustinTrudeau #Pembunuhan #Muslim https://t.co/KWHEZNSqip
— detikcom (@detikcom) June 9, 2021
Perdana Menteri Justin Trudeau bergabung dengan ribuan pelayat serangan islamofobia https://t.co/LKH0lNWhw9
— Republika.co.id (@republikaonline) June 9, 2021
Mengapa Islamofobia?
Menurut saya, Islamofobia terjadi setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, faktor politics. Kehadiran imigran dari berbagai negara Muslim dan terus meningkatnya populasi umat Islam di barat meningkatkan ketakutan di kalangan mereka. Salah satu cara mereka menahan gelombang terus meningkatnya populasi muslim di barat, mereka mengobarkan Islamofobia. Akan tetapi yang terjadi, justeru semakin banyak orang yang mempelajari Islam. Dampaknya semakin banyak yang menjadi mualaf.
Kedua, faktor ekonomi. Kedatangan kaum muslim di barat dan terus meningkatnya jumlah orang yang mualaf, menimbulkan masalah ekonomi karena para imigran adalah pekerja keras, tidak memilih berbagai jenis pekerjaan. Dampaknya penduduk asli sulit mendapat pekerjaan karena diisi oleh para pendatang yang umumnya Muslim.
Ketiga, faktor ideologis. Ideologi dapat diartikan sebagai sebuah sistem keyakinan yang akan memandu perilaku dan tindakan sosial. Ideologi yang dianut barat adalah kapitalisme dan liberalisme, sedang Islam menganut jalan tengah mengakui hak pribadi untuk memiliki kekayaan seperti dalam ideologi kapitalisme, tetapi di dalam kekayaan itu ada hak orang yang tidak berpunya (orang miskin) seperti dalam ideologi sosialisme.
Beberapa faktor tersebut menjadi penyebab marak Islamofobia di barat dan juga di Indonesia.
Kecam Aksi Terorisme Kanada, Fahira Idris: Dunia Jangan Diam Terhadap Islamofobia, baca @rmol_idhttps://t.co/2l5tW5Q4Vf.
— Fahira Idris DPD RI (@fahiraidris) June 11, 2021
Islamophobia marak di Indonesia. Sejatinya dilarang karena salah satu kewajiban negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan kewajiban Muslim menjaga Agama (Hifzuddin). Sila baca berikut ini https://t.co/lsUNXiFED0
— Musni Umar (@musniumar) February 7, 2021
Melawan Islamofobia
Dalam buku saya yang berjudul “Universitas Ibnu Chaldun Tantangan Bangsa dan Optimisme Indonesia” yang diluncurkan bertepatan 65 Tahun Milad UIC (11/6/2021) pada halaman 45, saya kemukakan bahwa prilaku Islamofobia dari kalangan eksternal umat Islam harus membuat kalangan muslim bersikap lebih rasional.”
Tidak boleh umat Islam menyamaratakan bahwa setiap orang barat pasti tidak suka terhadap Islam. Kita (umat Islam) harus lebih rasional ke depan dan tidak mengedepankan kekerasan. Tidak boleh karena kita merasa dihina, lalu melakukan tindak kekerasan.”
Lebih lanjut dikemukakan “umat Islam disarankan agar melawan Islamofobia dengan melakukan dakwah kepada masyarakat barat secara terus menerus. Mereka yang ahli agama bisa menyampaikan pemahaman terhadap Islam secara rasional.
Selain itu, kaum Muslim harus selalu menunjukkan kebaikan Islam, tidak melakukan terorisme dan kekerasan dalam melawan Islamofobia.
Untuk melawan Islamofobia di Indonesia yang juga ramai dilakukan di media sosial, kuncinya penegakan hukum secara berkeadilan. Seret mereka yang suka melancarkan Islamofobia ke meja hijau agar ada efek jera.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
