Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia menjuluki Jokowi “The King of Lip Service.”
Julukan itu telah menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat dan bahkan menjadi viral di media sosial.
Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia Dr. Tito Latif Indra, M.Si secara mendadak pada hari Minggu tanggal 27Juni 2021 telah mengundang para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia sebanyak 10 orang untuk memberikan keterangan dan penjelasan terkait narasi melalui poster tersebut. Maksudnya narasi Jokowi: The King of Lip Service.
Tidak ada penjelasan di media apa hasil pertemuan antara pimpinan UI dengan 10 pimpinan BEM UI. Hanya Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengemukakan bahwa poster yang mereka muat di media sosial tidak akan ditarik.
Unggahan Jokowi The King of Lip Service oleh BEM UI menuai reaksi. Ada upaya peretasan akun media sosial beberapa anggota BEM oleh pihak tak dikenal. #TempoGrafis https://t.co/7IE8bQLUPy pic.twitter.com/nyX2V46Hv8
— TEMPO.CO (@tempodotco) June 28, 2021
Setelah BEM UI giliran Aliansi Mahasiswa UGM yang mengkritik Jokowi. Aliansi ini memberi penghargaan ke Jokowi soal ketidaksesuaian omongan dengan kenyataan. https://t.co/ayWeO1Dzrh
— detikcom (@detikcom) June 28, 2021
Ambil Hikmah dan Pelajaran
Narasi Jokowi The King of Lip Service disertai foto sangat ramai di perbincangkan publik. Pengurus BEM UI tidak hanya membuat narasi sebagaimana disebutkan diatas, tetapi juga mereka kemukakan fakta-fakta yang pernah disampaikan Presiden Jokowi dan dimuat di media, sehingga sulit dibantah apalagi disebut sebagai berita bohong (hoax).
Berita menarik tersebut sebaiknya diambil hikmahnya dan dijadikan sebagai pelajaran oleh seluruh bangsa terutama para pemimpin.
Adapun hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari narasi yang dikemukakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia antara lain:
Pertama, harus hati-hati dalam memberikan janji, karena semua janji yang disampaikan oleh mereka yang menjadi pemimpin jika dimuat oleh media dan media sosial, tidak akan hilang dan bisa diungkapkan kembali jika janji itu tidak ditepati dan akan disebut sebagai pembohong.
Kedua, siapapun juga apalagi sebagai pemimpin sebaiknya harus ekstra hati-hati dalam mengemukakan sesuatu. Misalnya buy back Indosat, faktanya sampai ini tidak pernah dilakukan.
Ketiga, sebaiknya seorang calon pemimpin apalagi sudah terpilih menjadi pemimpin, jika menyampaikan janji dalam kampanye atau bukan dalam kampanye harus diusahakan untuk dipenuhi. Sebaiknya tidak berjanji jika tidak bisa janji itu dipenuhi. Ingat, jejak digital seorang pemimpin dengan mudah diungkap kembali untuk menjatuhkan nama baik atau reputasi. Ali bin Abi Thalib pernah berkata: Lidah itu seperti singa, jika kamu membiarkannya lepas, ia akan melukai seseorang.”
Trump “The King of Lip Service”
Donald Trump merupakan Presiden Amerika Amerika ke-45 yang memegang jabatan selama 4 tahun lamanya dari tahun 2017-2021.
Presiden Trump dikenal terus terang dan tidak berbelit-belit alias ceplas-ceplos dalam berbicara. Namun, terkadang hanya asal bicara tanpa data yang benar. Bahkan selama memimpin Amerika Serikat, Trump terhitung berkata bohong lebih dari 10 ribu kali (Kumparan, 11 Juni 2019)
Menurut data Fact Checker per 7 Juni 2019 atau 869 hari Trump memimpin Amerika Serikat, Trump telah salah ucap alias berbohong sebanyak 10.769 kali.
Fact Checker adalah lembaga pengecek fakta presiden dan politisi AS milik Washington Post. Setiap perkataan presiden dan politisi akan dicek akurasinya. Tingkat akurasi perkataan itu akan berdasarkan jumlah “pinokio”. Semakin banyak pinokio yang mereka peroleh, maka semakin tidak berdasar atau bohong perkataan tersebut.
Trump telah menyampaikan 21 pernyataan dengan “pinokio tak berujung”. Setidaknya kebohongan ini telah disampaikannya sebanyak 20 kali. Fact Checker menyebut, Trump telah mengulangi klaim yang tidak akurat sebanyak 300 kali.
Pernyataan Trump yang tidak akurat tidak jarang disampaikan beruntun. Menurut pemimpin redaksi Fact Checker Glenn Kessler kepada CNN, Trump menyampaikan 45 pernyataan yang tidak akurat dalam 45 menit wawancara dengan Sean Hannity beberapa waktu lalu.
Fact Checker menyebut, kebanyakan omongan Trump yang salah data adalah soal imigrasi. Menyusul soal tema perdagangan dan penyelidikan campur tangan Rusia pada pemilu AS.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Donald Trump, Presiden Amerika Serikat ke-45 juga adalah “The King of Lip Service.”
We welcome academic research into our Trump claims database. Just send us a query with your research proposal and we will supply the necessary data –> Trump’s false or misleading claims total 30,573 over 4 years https://t.co/zkSbgcsTd7
— Glenn Kessler (@GlennKesslerWP) January 24, 2021
4 Tahun Jadi Presiden AS, Trump Berbohong hingga 30 Ribu Kalihttps://t.co/H9mWYEm9Wk
— GELORA NEWS (@geloraco) January 22, 2021
Modi Juga “The King of Lip Service”
Nalendra Modi adalah Perdana Menteri India dari Partai Bharatiya Janata (BJP). Narendra Damodardas Modi adalah Perdana Menteri India ke-15. Modi juga merupakan pemimpin Partai Bharatiya Janata dan sebelumnya menjabat sebagai Menteri Utama Gujarat dari tahun 2001 hingga 2014.
Dalam menjalankan pemerintahan India yang jumlah penduduknya tahun 2019 sebanyak 1.354.051.854 jiwa, PM Modi acap kali berbohong (lying).
Ketika kerusuhan di ibu kota New Delhi dan menewaskan hingga 42 orang pada Minggu (23/2/2020) yang dipicu oleh UU Kewarganegaran atau Cizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan oleh pemerintah pada 2019, Modi berbohong, kerusuhan terjadi disebabkan oposisi.
Undang-Undang yang dibuat oleh rezim Modi sangat diskriminatif terhadap umat Islam. Imigran harus tinggal di India, atau bekerja bagi negara selama 11 tahun sebelum mereka bisa mengajukan proses menjadi warga negara.
Namun, dalam CAA, terkandung pengecualian bagi mereka yang berasal dari enam komunitas keagamaan minoritas, yakni Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen, bisa mengajukan izin tinggal jika mereka bisa membuktikan diri berasal dari negara seperti Pakistan, Afghanistan, serta Bangladesh.
Pada hal Konstitusi India dengan tegas melarang adanya diskriminasi agama, dan menganggap semua warga adalah sama di mata hukum.
Nalendra Modi berbohong ketika terjadi kerusuhan yang memprotes UU tersebut, dia mengatakan terjadi kerusuhan karena oposisi.
Begitu juga ketika PM Modi berusaha menyelesaikan masalah petani dengan penuh kebohongan dan klaim tak berdasar” dan bahwa dia mencoba menyesatkan petani. Saat berbicara dengan petani Madhya Pradesh, Modi mengatakan bahwa Pusat tersebut serius untuk menjamin harga dukungan minimum (MSP) untuk produk mereka. “Pidato yang disampaikan oleh Modi penuh dengan kebohongan dan klaim yang tidak berdasar. Jutaan petani berada di jalan-jalan di sekitar Delhi dalam cuaca dingin menghadapi penindasan pemerintah BJP. Satu-satunya tuntutan mereka adalah segera mencabut ketiga undang-undang anti-petani.”
Ketegangan tercetus selepas lawatan Perdana Menteri India, Narenda Modi yang disifatkan sebagai mendiskriminasi umat Islam di negara itu. pic.twitter.com/9B40GXIYdr
— SinarOnline (@SinarOnline) March 29, 2021
Masih Banyak Yang Percaya
Walaupun sudah dijuluki The King of Lip Service, tetapi masih banyak rakyat yang percaya kepada mereka yang disebut The King of Lip Service. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Amerika Serikat dan India.
Pemimpin yang suka bohong, cepat atau lambat akan terbongkar dan pasti merugikan yang suka berbohong. Meme The King of Lip Service merupakan bukti bahwa kebohongan cepat atau lambat akan terbongkar.
Tidak ada manusia yang mau dan suka dibohongi. Perasaan marah, kecewa, sedih, hingga hilangnya kepercayaan kepada orang yang suka bohong pasti kamu rasakan. Inilah yang tengah terjadi dengan meme The King of Lip Service.
Setidaknya ada 5 krisis besar yg dihadapi Indonesia. Krisis tsb saya ulas dlm tulisan yg diberi judul
"Indonesia Hadapi Krisis Multi Dimensi Yang Memerlukan Bantuan Negara-negara Demokrasi di Dunia" https://t.co/Sb8VQQWNEI— Musni Umar (@musniumar) June 26, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
