Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diberlakukan 3-20 Juli 2021, berakhir bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1442 H atau 20 Juli 2021.
Sampai tulisan ini dibuat, 20 Juli 2021 pukul 19.20 WIB belum ada pengumuman dari pemerintah apakah PPKM Darurat dilanjutkan atau diubah namanya. Apapun nama kebijakan pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19, jika tidak memberi jaminan hidup kepada rakyat secara cukup selama masa pemberlakuan kebijakan, rakyat kecil akan sangat merasakan dampak negatif dalam kehidupan mereka.
Setidaknya ada lima penyebab, rakyat kecil yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia merasakan dampak negatif, dari kebijakan PPKM Darurat atau apapun namanya.
Pertama, rakyat kecil tidak memiliki penghasilan tetap seperti pegawai pemerintah (ASN) atau pegawai swasta. Mereka bekerja serabutan untuk mencari nafkah. Kalau mereka tidak bekerja dalam satu, mereka sangat kesulitan dalam menghidupi diri mereka dan keluarga.
Kedua, rakyat kecil tidak memiliki tabungan sebagai persiapan jika sewaktu-waktu mereka tidak bekerja. Maka adanya PPKM Darurat yang memaksa mereka tidak keluarga mencari nafkah, amat menyulitkan kehidupan mereka.
Ketiga, kondisi saat ini, hampir semua rakyat kecil mengalami kesulitan karena sektor informal sangat terpukul akibat Covid-19, banyak karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga daya beli rakyat kecil sangat lemah. Dampak lanjutannya, mereka tidak bisa saling menolong karena sama-sama tidak ada penghasilan.
Keempat, apa-apa mahal. Sementara rakyat kecil tidak mempunyai penghasilan tetap. Ketika PPKM Darurat atau apapun namanya diberlakukan oleh pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19, mereka sangat terpukul sebab sebelum PPKM Darurat saja diberlakukan, mereka sudah sulit apalagi sesudah PPKM Darurat diberlakukan, mereka lebih sulit lagi kehidupan mereka.
Kelima, kegiatan ekonomi rakyat yang menjadi sumber tempat mereka mencari nafkah terhenti, sehingga sangat sulit kehidupan mereka.
Keenam, mereka tidak mendapat bantuan sosial berupa sembilan bahan pokok (bansos sembako). Kalaupun mereka memperoleh, jumlahnya sangat tidak memadai karena hanya sebesar Rp300.000/keluarga.
PPKM Darurat Habis, Pemerintah Diminta Balik ke Undang-Undang https://t.co/dto4knGKQD
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 20, 2021
Kebijakan PPKM amat memberatkan pekerja dan juga pengusaha. https://t.co/RM6j0Woder
— Republika.co.id (@republikaonline) July 19, 2021
Ada 5 juta pedagang pasar dari 12 juta atau 43% pedagang pasar tradisional di berbagai daerah terpaksa tutup akibat sepi dan minim pembeli akibat pandemi. #PedagangPasar https://t.co/RHIZGqPlIk
— detikcom (@detikcom) July 20, 2021
Babak Belur PPKM, Pedagang di Bandung Pasang Bendera Putih https://t.co/pU7eGNDbrP
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 19, 2021
Ekonomi VS Kesehatan
Faisal Basri, ekonom senior pernah mengemukakan dilema yang dihadapi pemerintah karena menuhankan ekonomi, sehingga kebijakan yang diambil lebih pro ekonomi, ketimbang pro kesehatan (penyelamatan manusia).
Sebagai bukti pemerintah lebih pro kepada ekonomi, anggaran infrastruktur tahun 2020 sebesar Rp 419,2 Triliun, dinaikkan anggaran infrastruktur tahun 2021 menjadi Rp 550 Triliun. Sementara anggaran kesehatan tahun 2020 sebesar Rp 212,5 triliun, diturunkan tahun 2021 menjadi Rp 169 Triliun. Padahal tahun 2021, Covid-19 sangat meningkat penyebarannya tahun 2021 dengan jumlah kematian yang terus meningkat.
Padahal dampak negatif dari Covid-19, setidaknya ada dua persoalan besar yang dihadapi pemerintah dalam memberlakukan PPKM Darurat.
Pertama, untuk menyelamatkan nyawa bangsa Indonesia yang sudah sangat banyak yang meninggal dunia akibat Covid-19.
Kedua, untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia yang sudah terpuruk akibat hantaman Covid-19 yang sudah berlangsung 1 tahun 4 bulan.
Akan tetapi, yang paling menderita akibat pemberlakukan PPKM Darurat adalah rakyat kecil. Mereka saat ini sudah hampir habis kesabaran karena kesulitan ekonomi yang dialami.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah, ialah menyelesaikan masalah Covid-19 dengan memberi prioritas pada penanganan masalah ekonomi dan kesehatan secara bersama-sama. Harapannya Covid bisa diatasi. Pada saat yang sama, ekonomi dan kesehatan bisa iatasi dalam waktu yang bersamaan, sehingga masalah rakyat kecil yang sudah hampir habis kesabaran mereka, bisa pula diatasi seiring dengan terjadinya penyehatan ekonomi.
Kabar Buruk Covid-19 di Indonesia Disorot Media Internasional, Ketua Satgas IDI Beri Pesan Bijak https://t.co/xrV174rG6R
— Pikiran Rakyat (@pikiran_rakyat) July 20, 2021
Hasil studi terbaru memperkirakan angka kematian Corona di India sebenarnya mencapai 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan data resmi pemerintah. https://t.co/h50UXMUGB0
— detikcom (@detikcom) July 20, 2021
Researchers said the most "critical take-away, regardless of the sources and estimates", was that actual deaths during the Covid-19 pandemic were "likely to be far greater than the official count@soutikBBC https://t.co/mduuCKauD2
— BBC News India (@BBCIndia) July 20, 2021
Tak Ingin Hak Rakyat Untuk Sehat Digerogoti, Epidemiolog UI Minta Indonesia Cegah Dominasi Swasta https://t.co/BAyPV5AudF
— Pikiran Rakyat (@pikiran_rakyat) July 20, 2021
Utamakan Keselamatan Rakyat
Indonesia sudah bereksperimen mengatasi Covid-19 dengan memberi skala prioritas pada ekonomi atau secara bersama diatasi Covid-19, ekonomi dan kesehatan.
Akan tetapi, setelah Covid-19 menghantam Indonesia mulai Maret 2020 sampai Juli 2021, nampaknya skala prioritas yang super urgent ialah penyelamatan nyawa dengan high priority pada kesehatan rakyat.
Kalau rakyat Indonesia selamat, tidak meninggal dunia atau kalaupun ada yang meninggal dunia, tetapi jumlahnya minim, maka tingkat kepercayaan investor dan rakyat pada umumnya akan meningkat.
Ini amat penting dilakukan karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memprediksi akan datangnya varian baru virus corona setelah varian Delta. Dengan demikian, pandemi Covid-19 masih akan berlangsung lama.
WHO Wanti-wanti Kemunculan Varian Covid Baru Lebih Berbahaya https://t.co/SWbIhh3Exl
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 15, 2021
Oleh karena itu, kesehatan rakyat Indonesia yang terjaga dan terpelihara merupakan kunci untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan selamanya.
Walaupun pandemi masih ada, jika tingkat kematian rakyat Indonesia sudah kembali pada tingkat normal sebelum Covid-19, maka yakin ekonomi akan bangkit sebab rakyat dan investor sudah tidak takut untuk melakukan kegiatan ekonomi, sosial, pendidikan dan sebagainya.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
