William Shakespeare (26 April 1564-23 April 2616), seorang pujangga terbesar Inggris pernah berkata: yang artinya kurang lebih: “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.”(That which we call a rose by any other name would smell as sweet)
Ungkapan tersebut kita kemukakan untuk memberi respon gonta-ganti nama dalam penanganan Covid-19. Pada mulanya publik mengusulkan agar dilakukan “Lockdown.” Kemudian “Karantina” sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2818 Tentang Kerantinaan Kesehatan, tetapi usulan publik dan para akademisi ditolak.
Pertama kali Pemerintah menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai nama aturan penanganan Corona. Aturan pertama kali diberlakukan pada bulan April 2020 lewat Permenkes nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Dalam peraturan tersebut, Menteri Kesehatan berwenang untuk menetapkan PSBB di suatu wilayah. Setiap kepala daerah harus mengajukan usulan PSBB terlebih dahulu kepada Menkes.
“Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/wali kota,” bunyi pasal 3.
DKI Jakarta pertama kali mengamalkan PSBB sesuai arahan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI. Kemudian muncul desakan supaya dijalankan PSBB total. Setahu saya DKI Jakarta, melanjutkan PSBB dengan istilah PSBB Transisi.
Pemerintah pernah memakai istilah PSBB, PPKM, penebalan PPKM hingga PPKM Darurat. Kini pemerintah memakai istilah PPKM Level 4-3. https://t.co/ajvf4HtIsq
— detikcom (@detikcom) July 21, 2021
Polemik revisi statuta UI dicurigai upaya pengalihan isu penanganan pandemi Covid-19. https://t.co/TTSZZVVwIi
— Republika.co.id (@republikaonline) July 21, 2021
Tujuan Yang Sama
Secara garis besar, aturan-aturan pembatasan tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kegiatan masyarakat demi mencegah penularan Corona. Namun, perbedaan tampak dari pemberlakuan aturan WFH hingga jam operasional tempat usaha.
Saat pertama kali diberlakukan, WFO diberlakukan untuk industri esensial. Sedangkan mal hanya dibuka untuk pembelian kebutuhan pokok masyarakat.
Canda Warganet soal PPKM Level 4: Jangan Lupa Karetnya 2 https://t.co/MobvarWstA
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 21, 2021
PSBB Jawa Bali
Aturan PSBB ini pun dilanjutkan. Namun kali ini diberlakukan untuk Jawa dan Bali. Saat itu, pemberlakuan PSBB Jawa-Bali dimulai tanggal 11 sampai 25 Januari 2021. Perbedaan aturan PSBB ini dengan yang sebelumnya tampak dari aturan WFH 75%.
Sebelumnya, pemerintah DKI Jakarta sempat memakai istilah PSBB transisi. PSBB transisi merupakan fase pelonggaran dari PSBB awal.
Demo Tolak PPKM Bergemuruh di Bandung: Pelan-pelan Kita Mati https://t.co/eeeGLs2uWF
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 21, 2021
PPKM Mikro
Usai PSBB, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang berbasis skala mikro (PPKM Mikro) yaitu hingga tingkat RT/RW pada bulan Februari 2021. Airlangga mengatakan tujuan utama PPKM Mikro adalah untuk menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarat utama keberhasilan dalam penanganan COVID-19.
Perbedaan aturan PPKM Mikro ini tampak dari pembedaan zona. Misal, WFH 75% di zona merah, WFH 50% di zona lainnya. Sedangkan pusat belanja/mal/pusat perdagangan boleh buka dengan jam operasional sampai pukul 20.00. Pengunjung maksimal 25% kapasitas.
Malaysia akan Berhenti Gunakan Sinovac, Beralih Gunakan Vaksin Covid-19 Pfizer
https://t.co/E0TtdkKCZm— Tribunnews.com (@tribunnews) July 15, 2021
PPKM Darurat
Seiring dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang positif Covid-19 dan meninggal dunia, pada 3 – 20 Juli 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Oleh karena ada istilah PPKM Darurat, maka yang berperan dalam mengawasi, menyekat, mencegah dan melarang masyarakat untuk melakukan kegiatan adalah TNI dan POLRI serta Satpol PP.
Sampai batas akhir PPKM 20 Juli 2021 diberlakukan, jumlah mereka yang positif Covid-19, masih meningkat jumlahnya. Begitu pula jumlah yang meninggal dunia terus bertambah rata-rata 1.000 orang.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi pada 20 Juli 2021 telah mengumumkan perpanjangan PPKM Darurat sampai 25 Juli 2021. Jika selama perpanjangan terjadi penurunan Covid-19, akan diberlakukan PPKM 1, 2, 3, 4.
511 Orang di DPR Positif Covid-19 https://t.co/4MPnlC8inY
— VIVAcoid (@VIVAcoid) July 21, 2021
Yang Penting Bansos Diterima
Publik menduga, istilah Lockdown atau karantina kesehatan, dihindari menggunakannya karena memiliki konsekuensi hukum bahwa negara yang diwakili pemerintah wajib memberi makan kepada rakyat dan bahkan binatang piaraan pada saat dilakukan “Lockdown” atau “Karantina.”
Sementara, kalau menggunakan istilah selain itu, misalnya PSBB, PSBB Transisi, PSBB Total, PPKM Mikro, PPKM, PPKM 1, 2, 3, 4, negara tidak wajib menyediakan sembako yang cukup kepada rakyat.
Kalau ada sembako yang dibagikan kepada rakyat pada masa pemberlakuan PSBB, PPKM dan PPKM Darurat, sifatnya hanya sebagai bantuan sosial bukan sebagai kewajiban negara.
Oleh karena itu, kita prihatin PPKM Darurat sudah diperpanjang masa berlakunya, tetapi sampai ini sembako dari pemerintah belum digelontorkan kepada masyarakat. Padahal, rakyat kecil sangat perlu sembako walaupun nilainya hanya Rp300.000/bulan.
Maka, yang rakyat kecil butuhkan, ialah negara memberi makan kepada rakyat yang terkena dampak Covid-19. Rakyat akan patuh, jika perut mereka berisi – ada makanan yang bisa dimakan sekeluarga.
Jadi sangat sederhana yang rakyat butuhkan. Penuhi kebutuhan pangan mereka selama PPKM Darurat diberlakukan. Jika tidak, maka PPKM sulit sukses kalau kebutuhan dasar rakyat yaitu “pangan” dalam bentuk sembako tidak dipenuhi pemerintah.
Dilema Perpanjangan PPKM Darurat dan Bansos yang Tak Maksimalhttps://t.co/NVyy36cWrh
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 21, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
