Pada 22 Juli 2021, saya dan Arteria Dahlan, Anggota DPR RI dari PDIP berdiskusi tentang Covid yang gonta-ganti namanya dan tidak kunjung selesai.
Karni Ilyas mempersilahkan kepada saya untuk memaparkan pandangan saya tentang tentang topik yang dibicarakan.
Pertama, saya paparkan bahwa sejak awal pemerintah sudah gamang dalam menangani Covid-19. Bahkan ada yang menyangkal adanya Covid di Indonesia.
Setelah maju mundur akhirnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diperkenankan melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB ini memiliki cantolan di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekantinaan Kesehatan.
PSBB ini sempat dijalankan di beberapa daerah, kemudian muncul istilah baru Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), lalu diubah menjadi PPKM Mikro, PPKM Darurat dan terakhir PPKM 1 sd 4.
Semua istilah yang dipakai hanya membingungkan masyarakat, dan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan masalah Covid semakin merajalela.
Tadi sore saya diskusi bersama Arteria Dahlan, Anggota DPR dari PDIP yang dipandu Bang Karni Ilyas. Saksikan malam ini. pic.twitter.com/1fX0zMPtgt
— Musni Umar (@musniumar) July 23, 2021
Gagal Atasi Masalah
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia ada 4 diantaranya “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.”
Dalam menangani masalah Covid-19, kita sudah gagal melindungi nyawa bangsa Indonesia. Setiap hari terus meningkat jumlah yang terpapar Covid. Sebagai contoh pada 22 Juli 2021, jumlah positif covid sebanyak 3.033.339 bertambah 49.509. Pada tataran terjadi penurunan jumlah yang positif covid, ada yang menyebut dikorting. Bang Karni Ilyas menyanggah bahwa turunnya jumlah positif covid karena testing dikurangi.
Jumlah sembuh pada 22 Juli 2021 sebanyak 2.392.923, sebanyak 36.370 orang, dan yang membuat kita sangat sedih karena jumlah yang meninggal dunia meningkat tajam. Kalau beberapa waktu jumlah yang meninggal dunia antara 800-1000 orang. Sekarang telah meningkat drastis sebagai contoh 22 Juli 2021 sebanyak 1.449 orang, sehingga keseluruhan yang meninggal dunia mencapai 79.032 orang.
Sebagai tambahan hari ini 23 Juli 2021, Kementerian Kesehatan RI mengumumkan, jumlah positif covid 49.071 orang, sehingga total menjadi 3.082.410 orang. Adapun yang meninggal dunia sebanyak 1.566 orang, sehingga total yang meninggal dunia 80.598 jiwa.
Jumlah tersebut saya memastikan yang positif belum termasuk yang isolasi mandiri yang jumlahnya sangat banyak karena sudah penuh rumah sakit, dan menduga belum termasuk mereka yang meninggal dunia yang isolasi mandiri (isoman) di rumah.
Oleh karena itu, berdasarkan data, kita sudah gagal melindungi nyawa rakyat Indonesia, kita juga gagal melindungi nyawa tenaga kesehatan yang pada 15 Juli 2021, jumlah yang meninggal dunia sebanyak 1.244 orang, 545 orang diantaranya adalah dokter serta ulama yang meninggal dunia sebanyak 584.
Lebih Fokus ke Ekonomi
Saya juga kembali mengemukakan bahwa Indonesia lebih fokus kepada ekonomi ketimbang kesehatan. Sebagai contoh, Anggaran Kesehatan 2020 sebesar Rp212,5 triliun, pada 2021 anggaran kesehatan di saat covid merajalela justeru diturunkan menjadi 189 triliun. Sementara anggaran infrastruktur 2020 sebesar 419,2 triliun pada 2021 naik 550 triliun.
Makna dari itu, pemerintah lebih mengutamakan pembangunan ekonomi, lebih fokus pada pembangunan infrastruktur. Pada pembangunan infrastruktur bisa ditunda, tetapi keselamatan nyawa tidak bisa ditunda.
Sembako & Kerumunan Massa
Dalam paparan, saya juga sampaikan keprihatinan karena sembilan bahan pokok (sembako) sangat terlambat dibagi. Saya sampaikan di Maluku Utara, Kendari Sulawesi Tenggara sudah mau berakhir PPKM Darurat, rakyat belum peroleh sembako. Sejatinya sembako dibagi pada awal PPKM diberlakukan. Fakta menunjukkan, sudah mau berakhir PPKM Darurat belum di distribusikan sembako.
Selain itu, jumlah sembako yang digelontorkan sebesar Rp600.000 untuk 2 bulan. Dengan nilai sembako yang amat kecil, maka pasti jauh dari cukup, sehingga sangat sulit mencegah rakyat kecil untuk tidak keluar rumah mencari rezeki karena sembako yang diberikan jauh dari cukup untuk hidup.
Berkaitan dengan tetap ramai rakyat kecil keluar rumah dan banyak bergerombol, saya menegaskan bahwa rakyat kecil pasti taat protokol kesehatan dan mau tinggal di rumah selama PPKM darurat atau PPKM 1 sd 4 diberlakukan.
Akan tetapi, sembako yang dijanjikan selain lambat digelontorkan, juga tidak semua yang memperoleh. Maka, rakyat kecil tidak bisa disalahkan jika mereka masih keluyuran diberbagai tempat, karena mereka harus mengais rezeki setiap hari. Jika tidak, mereka bisa mati. Prinsip mereka lebih baik keluar mencari rezeki untuk keluarga. Jika mereka terserang Covid dan meninggal dunia, lebih mulia dan terhormat daripada mati kelaparan di rumah.
Pertanyaannya, siapa yang disalahkan? Tentu yang bersalah adalah mereka yang berkuasa, karena tidak paham dan menghayati kehidupan rakyat jelata yang sangat banyak jumlahnya.
Membantah Yang Dikemukakan
Arteria Dahlan, Anggota DPR RI dari PDIP mengemukakan berbagai instrumen yang disediakan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat yang terkena dampak.
Mulai dari Sembako (Sembilan Bahan Pokok), PKH (Program Keluarga Harapan), perlindungan sosial dan insentif dunia usaha, penyediaan fasilitas, dan alat kesehatan, obat-obatan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako, beras sejahtera, padat karya, dana desa dan sebagainya.
Menanggapi yang disampaikan Arteria Dahlan, tentu diapresiasi tetapi fakta di lapangan jauh panggang dari api. Arteria mengakui adanya keterlambatan dalam penyaluran sembako.
Berikut foto-foto kegiatan

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
