Masyarakat punya naluri keadilan. Mereka tidak lihat pasal-pasal yang tercantum dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang Kekarantinaan kesehatan.
Masyarakat selau berpegang pada asas keadilan. Kalau Habib Rizieq Syihab (HRS) dihukum karena kerumunan massa, maka siapapun yang melakukan hal serupa seperti yang dilakukan HRS, maka mereka juga harus dihukum seperti Habib Rizieq (equality before the law).
Hal itulah yang dirasakan masyarakat luas dalam melihat kasus kerumunan massa yang dituduhkan kepada Habib Rizieq.
Banding terkait vonis denda sebesar Rp 20 juta terhadap terdakwa Habib Rizieq Shihab di kasus kerumunan Megamendung ditolak. https://t.co/SvYZy09OAH
— suaradotcom (@suaradotcom) August 4, 2021
Ketua PCNU Jember didenda Rp 10 juta karena menggelar hajatan yang menimbulkan kerumunan. Denda ditetapkan berdasar Perda Provinsi Jatim, bukan UU Kekarantinaan https://t.co/JvL7uxy07K
— detikcom (@detikcom) August 3, 2021
"Kok kasus pelanggaran prokes hanya HRS yang sampai di seret ke muka persidangan," kata Sugito. https://t.co/M8fPJmwAhr
— detikcom (@detikcom) August 2, 2021
Hukum Tidak Adil
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta telah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) atas nama terdakwa Moh Rizieq alias Habib Muhammad Rizieq Shihab. Rizieq tetap didenda Rp 20 juta di kasus kekarantinaan kesehatan.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 226/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim tanggal 27 Mei 2021 yang dimintakan banding tersebut,” demikian putusan PT Jakarta, Rabu (4/8/2021).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sugeng Hiyanto dengan anggota Tony Pribadi dan Yahya Syam. Majelis menilai terhadap alasan dalam memori banding penuntut umum yang menyatakan hakim tidak memiliki putusan yang berkualitas baik, tidak objektif, dan putusan tidak mempunyai efek jera, PT Jakarta berpendapat bahwa penerapan pidana terhadap terdakwa yang didakwa telah melakukan pembarengan tindak pidana terikat dan berpedoman pada ketentuan dalam Bab VI Pasal 63 sampai dengan Pasal 71 KUHP tentang Pembarengan (concursus).
“Lagi pula majelis hakim tingkat pertama telah memberikan pertimbangan hukum dalam menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dalam perkara a quo, bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa bukan semata-mata sebagai upaya balas dendam, akan tetapi lebih dititikberatkan sebagai upaya pembinaan.”
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta terhadap Habib Rizieq Syihab (HRS) harus dihormati. Akan tetapi, hak masyarakat sebagai pemilik kedaulatan yang hidup di negara hukum untuk mengatakan bahwa hukum tidak tegak secara adil.
Terlalu banyak yang melakukan kerumunan massa, mulai dari Presiden Jokowi, para calon Gubernur, calon Bupati, Calon Walikota dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang lalu, ulama seperti yang dilakukan Habib Luthfi bin Yahya (anggota Wantimpres), dan paling terakhir tgl 28 Juli 2021, KH. Abdullah Syamsul Arifin, Ketua PC NU Jember menggelar hajatan pernikahan anaknya di Pondok Pesantren Darul Arifin, Dusun Krajan, Desa Curah Kalong, Kecamatan Bangsal Sari, Jember, yang menimbulkan kerumunan massa di masa PPKM Level 4, yang di vonis hukuman denda dan penjara oleh pengadilan hanya Habib Rizieq.
Sebagaimana diketahui, Habib Rizieq diadili dalam tiga kasus. Pertama, kasus kerumunan massa di Petamburan Jakarta, saat menikahkan puterinya yang dirangkaikan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kedua, kasus kerumunan massa di Megamendung. Saat Habib Rizieq mengunjungi Pesantrennya disambut lautan manusia. Ketiga, kasus Swab di RS Ummi Bogor.
Polri belum melimpahkan tahap II tersangka beserta barang bukti perkara unlawful killing atau dugaan penembakan anggota Laskar FPI di KM 50 karena salah satu tersangka terkonfirmasi positif COVID-19. #TempoNasional https://t.co/zy3BfCVRih
— TEMPO.CO (@tempodotco) August 2, 2021
Hukum Alat Politik
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur telah menvonis Habib Rizieq dengan menyatakan bersalah melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana denda sejumlah Rp 20 juta subsider 5 bulan kurungan,” kata majelis hakim PN Jaktim Suparman.
Menurut majelis hakim, kerumunan di Megamendung terbukti memenuhi unsur menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Unsur itu disebut terpenuhi karena ada pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) seperti tidak memakai masker serta tidak menjaga jarak.
Majelis hakim juga menyatakan kerumunan di Megamendung saat Habib Rizieq berada di sana memenuhi unsur menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
“Majelis hakim berpendapat telah terjadi suatu tindak pidana dalam peristiwa tersebut.”
Saya pikir masyarakat tidak akan mempersoalkan Habib Rizieq dihukum penjara dan denda berupa uang, kalau mereka yang melakukan kerumunan massa dihukum seperti Habib Rizieq.
Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa satu-satunya warga negara Indonesia yang dihukum penjara dan dikenaI hukuman denda, hanya Habib Rizieq.
Tidak bisa disalahkan kalau masyarakat menilai bahwa hukum telah menjadi alat politik untuk menghukum mereka yang dianggap beroposisi dengan pemerintah. Padahal dalam negara demokrasi, sangat lazim ada rakyat yang mendukung pemerintah dan yang beroposisi terhadap pemerintah.
Beroposisi dalam negara demokrasi tidak dosa, justeru diperlukan sebagai kontrol untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih sebagai check and balancies, agar mereka yang berkuasa tidak kebablasan. Lord Acton telah mengingatkan “Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely.”
Advokat Aziz Yanuar kesulitan menemui kliennya, eks Sekretaris Umum DPP FPI Munarman, di dalam rumah tahanan Mabes Polri pada saat PPKM Level 4 di Jakarta. #TempoMetro https://t.co/7PdWPuK3DD
— TEMPO.CO (@tempodotco) August 1, 2021
Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Maarif berharap penyidik kepolisian memenuhi hak-hak Munarman yang menjadi tersangka kasus dugaan terorisme. #TempoMetro https://t.co/PBmudlfXCy
— TEMPO.CO (@tempodotco) August 2, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
