Hari ini (27/9/2021) saya membaca pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden RI ke-6 yang dimuat di detikNews. SBY berbicara tentang penegakan hukum. SBY menegaskan keadilan tak bisa dibeli.
Pernyataan SBY itu disampaikan lewat akun Twitter @SBYudhoyono yang menyerukan perjuangan agar hukum tak berjarak dengan keadilan.
“Money can buy many things, but not everything (Uang bisa membeli banyak hal, tapi tidak semuanya).
SBY mengemukakan “sungguh pun saya masih percaya pada integritas para penegak hukum, berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan.”
Cuitan SBY itu, pasti memiliki maksud tertentu. Saya menduga, SBY menyampaikan pernyataannya terkait kabar terbaru, munculnya gugatan empat orang eks kader Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) yang diwakili pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra terkait uji formil dan materiil AD/ART Partai Demokrat era AHY. Sebagaimana diketahui, SBY merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
"Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan," kata SBY. https://t.co/7iddQ7T1uX
— detikcom (@detikcom) September 27, 2021
Dalam tweet di akun pribadinya, @SBYudhoyono menyebut, uang dapat membeli banyak hal, namun tidak semuanya bisa dibeli oleh uang, termasuk untuk keadilan.
"Berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan." *SBY*#PDBarengAHY Demokrat Harapan Rakyathttps://t.co/lpO8xNQVUR
— Partai Demokrat (@PDemokrat) September 27, 2021
Pengalaman Saksi Ahli
Dalam banyak kasus, saya sering diminta menjadi saksi ahli sebagai pakar sosiologi.
Salah satu kasus besar, saya menjadi saksi ahli sebagai pakar sosiologi di Pengadilan Negeri ialah kasus Habib Rizieq Syihab (HRS) terkait Rumah Sakit Ummi Bogor yang dituduh melanggar protokol kesehatan.
Dalam kesaksian saya sebagai pakar sosiologi di PN Jakarta Timur, saya kemukakan dua fakta sosiologis bahwa HRS tidak bersalah dalam kasus Rumah sakit Ummi Bogor sebagaimana dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertama, HRS tidak melakukan pelanggaran hukum karena HRS mengatakan baik-baik saja melalui menantunya Hanif Alatas sebelum ada hasil pemeriksaan PCS bahwa HRS terpapar covid-19.
Kedua, pernyataan HRS “baik-baik saja” sama sekali tidak menimbulkan keonaran di publik seperti dituduhkan oleh JPU kepada HRS. Saya kemukakan, justru adanya pernyataan HRS “baik-baik saja,” para pendukungnya menjadi tenang dan damai. Pendapat saya itu, untuk melawan tuduhan JPU bahwa pernyataan “HRS baik-baik saja” telah menimbulkan keonaran di publik.
Begitu juga, kesaksian saya sebagai pakar sosiologi dalam kasus Buni Yani di Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang di vonis 1,5 tahun karena dituduh melanggar UU ITE terkait kasus Ahok.
Dua kasus tersebut dimana saya menjadi saksi ahli sebagai pakar sosiologi, saya menduga terkait erat dengan dimensi politik, sehingga hakim ketua dan hakim anggota memutus perkara yang melawan rasa keadilan masyarakat.
Alhamdulillah saya jadi Saksi Ahli Habib Rizieq Shihab Untuk Suarakan Keadilan dan Kebenaran. https://t.co/98pnsMj7CN
— Musni Umar (@musniumar) May 12, 2021
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding. Habib Rizieq tetap divonis 4 tahun penjara terkait kasus swab RS Ummi Bogor. https://t.co/xgqFMBBOha
— detikcom (@detikcom) August 30, 2021
Berjuang Mewujudkan Keadilan
Prof Dr Suteki, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Semarang dalam webinar bertema “Mencari Keadilan Untuk Rakyat Kecil Dalam Tragedi KM50” mengatakan bahwa “keadilan harus perjuangkan, barang langka.”
Pernyataan SBY di atas yang menyerukan “berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan” sama dengan pernyataan Prof. Suteki bahwa keadilan harus diperjuangkan.”
Selain itu, sebagai narasumber dalam webinar bersama Prof. Suteki, saya menegaskan pentingnya keadilan diperjuangkan. Setidaknya ada tiga alasan untuk diperjuangkan tegaknya keadilan di Indonesia.
Pertama, alasan teologis. Setiap akhir khutbah Jumat, setiap khatib (pengkhotbah) selalu membacakan perintah Allah dalam Alquran yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik” (surah An Nahl: 90). Termasuk perintah untuk memperjuangkan ditegakkannya keadilan.
Kedua, alasan ideologis. Sila ke-2 dan sila ke-5 dari Pancasila, yang mewajibkan seluruh bangsa Indonesia termasuk para penegak hukum untuk mengamalkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Ketiga, alasan sosiologis. Dalam diri setiap manusia dan masyarakat ada rasa keadilan yaitu suasana batin yang tumbuh dan bersemayam, yang selalu mengharapkan hadirnya nilai-nilai keadilan. Inti rasa keadilan masyarakat, ditegakkannya keadilan.
John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran.” Keadilan belum lagi tercapai: “Kita tidak hidup di dunia yang adil.” Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.
Pembunuhan di luar hukum di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek masih belum diserahkan. https://t.co/vulgEC4Ur6
— Republika.co.id (@republikaonline) August 2, 2021
Apa yang Harus Dilakukan?
Perjuangan mewujudkan keadilan di medan hukum harus dilakukan. Selain itu, sebagaimana disuarakan SBY, Presiden RI ke-6, harus dilakukan lima hal:
Pertama, menggalang opini publik yang seluas-luasnya dari para pakar hukum, politik, sosial, agama dan lain sebagainya agar hakim ketua dan hakim anggota di MA mengamalkan keadilan dan kebenaran.
Kedua, menggalang dunia kampus khususnya mahasiswa untuk menyelamatkan demokrasi yang sedang terancam dengan mewujudkan keadilan dan kebenaran.
Ketiga, menggalang dukungan ulama dan tokoh masyarakat agar hakim ketua dan hakim anggota di MA memperhatikan suara hati nurani rakyat yang mendambakan tegaknya keadilan dan kebenaran di Indonesia.
Keempat, menggalang semua kekuatan di masyarakat termasuk dunia pers dan media sosial, agar hukum dan keadilan ditegakkan di Indonesia guna menyelamatkan demokrasi, persatuan dan kesatuan.
Kelima, memperkukuh persatuan dan kesatuan seluruh pendukung SBY dan Partai Demokrat untuk melakukan perlawanan secara damai, demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
Dengan demikian, walaupun hukum bisa dibeli, tetapi keadilan dan kebenaran tetap bisa ditegakkan oleh para hakim di MA sebagai khalifah (wakil Tuhan) di Indonesia.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
