Habib Rizieq Shihab (HRS) serukan boikot Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya, yang diduga memerintahkan anak buahnya untuk membunuh 6 laskar FPI.
Seruan HRS itu diberitakan secara luas oleh media sosial. Dampaknya muncul persepsi di publik bahwa Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya adalah pelaku utama penembakan 6 laskar FPI di KM 50 Cikampek Jawa Barat.
Selain itu pemenjaraan HRS atas tuduhan pelanggaran protokol kesehatan dan kasus Rumah Sakit Ummi Bogor yang diduga merupakan rekayasa untuk memenjarakan HRS dengan vonis 4 tahun penjara.
Tuduhan HRS melakukan keonaran dan kebohongan publik sama sekali tidak benar. Sebab HRS mengatakan “baik-baik saja” sebelum ada hasil pemeriksaan PCR bahwa dia terpapar Covid-19.
Pertanyaannya, apa mungkin kasus pembunuhan 6 laskar FPI yang ditengarai merupakan pelanggaran HAM berat dan kasus yang menimpa HRS, tepat dan benar ditimpakan kepada Irjen Pol Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya.
Irjen Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya mempunyai atasan dan atasannya mempunyai atasan lagi. Jadi Fadil Imran yang merupakan Doktor dalam bidang hukum dari Universitas Indonesia, kurang masuk akal kalau aktor intelektualnya adalah Irjen Fadil Imran. Dia bawahan siap melakukan perintah atasan apapun, kalau tidak taruhannya adalah jabatan.
Habib Rizieq meminta pengikutnya memboikot Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran, dan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman. Apa alasannya? https://t.co/CN9uJtofUw
— detikcom (@detikcom) November 9, 2021
Muncul Seruan Boikot Kapolda Fadil Imran dan Pangkostrad Dudung di Medsos, Ini Kata Kuasa Hukum HRS
https://t.co/Ya3AwR7xrv— Tribunnews.com (@tribunnews) November 9, 2021
Anwar Abbas seorang pengajar, ulama, dan ahli ekonomi Islam Indonesia menyoroti kegiatan Densus 88 yang telah menyita ratusan kotak amal di Lampung, yang diduga untuk mendanai aksi terorisme.
Mengapa hal ini dilakukan Densus 88? Padahal terdapat permasalahan yang lebih krusial yaitu teroris kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang gencar beraksi di Papua. Anwar Abbas yang juga merupakan Waketum MUI, meminta dengan tegas agar Densus 88 juga ikut andil memberantas teroris kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Anwar Abbas menyoroti penyitaan kotak amal di Lampung yang diduga untuk mendanai aksi terorisme. Anwar Abbas meminta Densus 88 ikut andil memberantas KKB Papua. https://t.co/qe4eQ9pRDG
— detikcom (@detikcom) November 6, 2021
Aparat Keamanan Adalah Institusi Negara
Seruan HRS yang dalam penjara bisa memanaskan situasi keamanan, tetapi umat Islam khususnya pendukung Habib Rieziq Syihab (HRS) jangan terprovokasi.
Hati bisa panas karena merasa Imam Besar HRS diperlakukan tidak adil, tetapi kepala harus tetap dingin. Tidak terprovokasi yang kemudian melakukan tindakan terorisme dan perbuatan melawan hukum.
Apa yang dialami HRS dan FPI serta HTI merupakan resultan atau hasil dari proses politik dalam pemilihan Legislatif dan pemilihan Presiden.
Umat Islam yang mayoritas di negeri ini dipecah belah dan hasilnya seperti yang kita saksikan dan rasakan sekarang.
Institusi TNI-POLRI dan Densus 88 yang saat ini telah dipilih pemimpinnya, suka tidak suka dan mau tidak mau harus diterima. Ini hasil dari proses politik yang bermula dari pemilihan anggota legislatif dan pemilihan Presiden.
Hasil pemilihan umum tersebut telah diimplementasikan dalam berbagai kebijakan di parlemen (DPR RI) dan di pemerintahan, yang dirasakan umat Islam saat ini.
Salah satu hasil kebijakan dalam bidang pemerintahan ialah penunjukan Kepala Kepolisian RI dan Panglima TNI.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka himbauan dan harapan saya terhadap umat Islam khususnya para pendukung HRS, pertama, agar sabar dan menghindari tindakan apapun yang melawan hukum apalagi melakukan tindakan terorisme.
Kedua, harus menjaga stabilitas keamanan dalam negri yang dijaga oleh Institusi kepolisian (POLRI) Densus 88 dan institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Keselamatan bangsa dan negara terletak pada kedua institusi tersebut. Pejabat di kedua institusi tersebut bisa silih berganti, tetapi kedua institusi tersebut harus dijaga, dipelihara, dipertahankan sepanjang masa.
Mereka yang memegang jabatan tertinggi di kedua institusi tersebut, rakyat ikut menentukan melalui pemilihan umum dengan memilih calon anggota DPR dari partai politik dan ikut pula memilih atau tidak ikut memilih calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu Presiden.
Presiden Joko Widodo akhirnya memilih KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, yang kontroversial karena kekayaan hingga dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan tokoh Papua.
Apa yang menekan Jokowi hingga akhirnya memilihnya? #EdisiTerbaruTempo #MajalahTempo https://t.co/JOZ68WD2bk pic.twitter.com/7L9RLEmkFm
— Majalah Tempo (@temponewsroom) November 7, 2021
Kapolri bakal mengangkat 57 mantan pegawai KPK. Upaya mencuci dosa Presiden Jokowi? https://t.co/D1G1U1hmsg #KoranTempo
— Koran Tempo (@korantempo) November 1, 2021
Tidak Menjadi Alat Politik
Apa yang terjadi dalam bidang ekonomi, politik dan sosial, umat Islam merasakan tidak adil.
Daripada kita mencari kambing hitam, lebih baik umat Islam melakukan lima hal untuk mengubah keadaan yang tidak menguntungkan.
Pertama, umat Islam harus melakukan muhasabah (introspeksi) dan bertanya mengapa negara yang mayoritas penduduknya umat Islam mengalami nasib seperti sekarang?
Kedua, umat Islam harus paham politik negara dan aktif berpolitik agar tidak mudah ditipu oleh para politisi.
Akhiri Ketikadilan, Umat Islam Harus Resmi Masuk Pemerintah: Sebuah Pelajaran Dari Turki – https://t.co/ZZe6GkjuOE
— Musni Umar (@musniumar) October 24, 2021
Ketiga, umat Islam harus bersatu agar kuat dan mempunyai pengaruh politik, sehingga mereka yang memerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang tidak adil.
Keempat, umat Islam khususnya pendukung HRS tidak boleh melakukan tindakan yang melanggar hukum. Resikonya umat Islam akan dituduh teroris, radikal dan sebagainya.
Kelima, umat Islam yang diluar kekuasaan, sebaiknya ikut menjaga dan memperkuat institusi TNI-POLRI. Kedua institusi negara itu harus kuat untuk menjaga keselamatan bangsa dan negara.
Yang amat diperlukan bangsa dan negara, institusi keamanan dan pertahanan tersebut harus menjalankan politik negara yang mengacu kepada tujuan Indonesia merdeka yang “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan”
Rakyat sangat mengharapkan, institusi keamanan dan pertahanan negara itu, tidak menjadi alat politik karena bisa melanggar konstitusi dan HAM seperti yang di duga dalam kasus pembunuhan 6 laskar FPI KM 50 Cikampek Jawa Barat.
Sebagai sosiolog saya merasa ada berbagai upaya melemahkan semangat juang umat Islam dan oposisi. Pd hal dlm negara demokrasi sangat diperlukan oposisi sebagai penyeimbang dan pengontrol pemerintah agar tdk salah. Sila baca tulisan sy berikut ini.https://t.co/84lJltYVx1
— Musni Umar (@musniumar) November 3, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
