Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri RI mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa pada 30 Juni 2021. Sedang jumlah populasi umat Islam di Indonesia sebesar 86,88% atau 231,06 juta jiwa.
Jumlah populasi umat Islam sebanyak itu tanpa kekuasaan politik, akan terus alami demoralisasi dan sulit peroleh keadilan, kesetaraan dan kenyamanan.
Sudah lama diperlakukan politik belah bambu kepada umat Islam. Banyak diantara mereka yang diangkat setinggi-tingginya dan banyak pula yang ditekan sampai dimasukkan ke dalam penjara dengan berbagai tuduhan karena melanggar hukum, yang pada umumnya adalah mereka yang dianggap tidak mendukung pemerintah.
Keadilan yang diamanatkan dalam Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, masih harus diperjuangkan dengan sekeras-kerasnya melalui koridor konstitusional yang demokratis dan beradab.
#TOLAKTERORISME !#TOLAKPEMBUBARANMUI !!#dukungMUI https://t.co/MsMts0c4O3 pic.twitter.com/JkuQ9YRZ0M
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) November 20, 2021
Fitnah dan adudomba, bukan ajaran Agama dan Pancasila. Terimakasih atas klarifikasi dari PGI. Sekalipun sejak awal saya yaqin itu hoax. Kamipun makin #dukungMUI bersama PGI,KWI dll jaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. https://t.co/9Ozoa8lKnO
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) November 19, 2021
Umat Islam Dipecah Belah
Sebagaimana sering dikemukakan bahwa umat Islam di Indonesia mayoritas, tetapi lemah hampir dalam segala hal.
Mengapa mereka lemah? Pertama, mereka dipecah belah. Allah memerintahkan di dalam Al-Qur’an supaya bersatu, tetapi faktanya mereka bercerai berai.
Kedua, terlalu dominan kepentingan pribadi dan golongan ketimbang kepentingan umat, sehingga pihak lain memanfaatkan mereka.
Ketiga, egoisme para pemimpin. Mereka sulit bersinergi karena egois mau menonjol dan menang sendiri.
Keempat, umat masih banyak yang kurang pendidikan dan buta politik. Dampaknya, mereka menjadi obyek perebutan kekuasaan dalam pemilu.
Kelima, politik dan ekonomi, umat tidak kuasai. Mereka hanya follower (pengikut) dari penguasa politik dan ekonomi.
Keenam, mayoritas umat Islam masih miskin. Dampaknya mudah diperdaya dan dibeli dengan politik uang dalam pemilu.
✓Kalau semua orang dikriminalisasi, diborgol agar tidak mengkritik penguasa dzalim di suatu negeri, maka jelas itu bukan ciri sistem demokrasi. Itu adalah ciri sistem jahiliyyah.
— MUSTOFA NAHRAWARDAYA (@TofaTofa_id) November 20, 2021
Saya masih cari info dari kawan2 di kepolisian, komisi 3 DPR, dll. Namun sampai sore ini belum ada penjelasan akurat tentang alasan penangkapan2 ulama.
Sungguh menimbulkan keprihatinan byk pihak, jangan sampai memperkuat dugaan masyarakat tentang rezim islamophobia. #saveUlama— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) November 16, 2021
Mewujudkan Kesetaraan
Contoh kesetaraan yang nyata di dalam Islam, nampak di Masjid. Tidak ada garis pemisah antara mereka yang kaya dengan yang miskin, antara yang mempunyai kedudukan tinggi dengan rakyat jelata. Semuanya seperti kata pepatah “duduk sama rendah berdiri sama tinggi.”
Kesetaraan merujuk kepada kedudukan yang sama, tingkatan yang sama, tidak ada yang lebih rendah dan lebih tinggi.
Kesetaraan dalam sosial, contohnya, semua orang dalam suatu komunitas mempunyai status yang sama, baik dalam pendidikan, ekonomi, hukum, gender, ras dan sebagainya.
Selain itu, kesetaraan dalam bidang hukum yang sering disebut “equality before the law.”
Solusi mewujudkan kesetaraan yang paling utama dan solusi permanen ialah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan kunci untuk mewujudkan mobilitas permanen.
Dalam Alqur’an Allah memberitahu “Allah akan menaikkan derajat diantara orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.”
Oleh karena itu, pendidikan merupakan kunci untuk meraih kedudukan tinggi. Melalui pendidikan, setiap orang bisa meraih kedudukan yang tinggi di bidang politik, ekonomi, sosial, TNI, Polri, dll.
KH Ahmad Dahlan ternyata mendirikan Muhammadiyah dengan tujuan pendidikan. #TempoNasional https://t.co/PbBKXktbCy
— TEMPO.CO (@tempodotco) November 18, 2021
Apresiasi Kepada Pemerintah untuk Pendidikan
Pentingnya pendidikan telah ditegaskan oleh para pendiri negara republik Indonesia seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang diantaranya ….. “mencerdaskan kehidupan bangsa …”
Selain itu, dalam Islam sangat penting pendidikan. Menuntut ilmu dalam Islam “wajib bagi tiap Muslim dan Muslimat.”
Dalam kaitan dengan pendidikan, kita apresiasi Pemerintah yang secara konsisten memberi beasiswa kepada putera (i) Indonesia dari kalangan tidak mampu dengan berbagai macam beasiswa seperti bantuan beasiswa LPDP.
Apresiasi yang sama kita sampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta dan Gubernur Anies Baswedan, yang secara konsisten memberi bantuan beasiswa KJP Plus (Kartu Jakarta Pintar Plus) kepada putera (i) warga DKI Jakarta dari kalangan keluarga tidak mampu.
Selain itu, beasiswa kepada putera (i) warga DKI Jakarta yang lulus masuk ke perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta, serta beasiswa yang disalurkan melalui Yayasan Jakarta, Basnas-Bazis DKI Jakarta.
Baznas Bazis Jaksel Rampungkan Bedah Rumah di Cipedak #BacadiBJ #Beritajakarta #DKIJakarta #JAKI https://t.co/9ygvpb229l
— Berita Jakarta (@BeritaJakarta) November 17, 2021
Dalam rangka meningkatkan pelayanan Pemprov DKI Jakarta pada pendistribusian pangan bersubsidi, saat ini sudah mulai dilaksanakan pendistribusian pangan bersubsidi di RPTRA sesuai jadwal pada infografis berikut ini pic.twitter.com/zKuZY0dZRw
— Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (@Disdik_DKI) November 15, 2021
Harus Pegang Kekuasaan
Umat Islam yang mayoritas, terus tidak berdaya dan semakin diperparah keadaan mereka karena tidak bersatu umat Islam dipecah belah, sehingga tidak pernah memegang kekuasaan politik yang kuat.
Dalam bidang politik, posisi umat Islam tidak menguntungkan. Mayoritas umat Islam, tetapi tidak tercermin dalam partai politik yang memperjuangkan aspirasi umat Islam, membela umat Islam dan Islam serta ulama, termasuk dalam perolehan suara partai politik Islam di DPR RI.
Selain itu, dalam bidang ekonomi, umat Islam sangat jauh tertinggal. Untuk mewujudkan kesetaraan dalam bidang ekonomi, kuncinya terletak kepada politik.
Selagi umat Islam tidak memegang kekuasaan politik, tidak akan pernah ada kesetaraan dalam berbagai bidang dan umat akan terus mengalami demoralisasi dengan isu radikal, teroris, ekstrem, Islam garis keras, kadrun dan sebagainya.
Hanya dengan berjuang dan sukses meraih kekuasaan politik secara demokratis, keadaan akan berubah ke arah yang lebih baik dan lebih menguntungkan seluruh bangsa Indonesia.
Akhiri Ketikadilan, Umat Islam Harus Resmi Masuk Pemerintah: Sebuah Pelajaran Dari Turki – https://t.co/ZZe6GkjuOE
— Musni Umar (@musniumar) October 24, 2021
Sebagai sosiolog saya merasa ada berbagai upaya melemahkan semangat juang umat Islam dan oposisi. Pd hal dlm negara demokrasi sangat diperlukan oposisi sebagai penyeimbang dan pengontrol pemerintah agar tdk salah. Sila baca tulisan sy berikut ini.https://t.co/84lJltYVx1
— Musni Umar (@musniumar) November 3, 2021
Harus sabar, tabah, kuatkan barisan dan jgn mau di adu domba
oleh mereka yg anti umat Islam dan Islam. Sila baca tulisan saya
"Partai Politik Menuju RI1: Umat Islam Berjuanglah Agar Dapat Resmi Membela Islam di Indonesia dan Dunia" https://t.co/rXwQXsBpGY— Musni Umar (@musniumar) November 14, 2021

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
