Sistem demokrasi merupakan pilihan bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan negara Republik Indonesia.
Akan tetapi pilihan itu, mengalami pasang surut karena setelah berkuasa ingin menguasai semuanya, sehingga demokrasi hanya sebagai alat untuk berkuasa. Namun setelah berkuasa, prinsip-prinsip demokrasi diabaikan dengan membuat sistem demokrasi seolah-olah dilaksanakan, faktanya demokrasi dibelokkan untuk membatasi demokrasi.
Salah satu contoh, demokrasi telah dibelokkan untuk kepentingan oligarki ialah diberlakukannya presidential threshold.
Pemberlakuan presidential threshold telah menimbulkan masalah di Indonesia.
Pertama, melahirkan demokrasi abal-abal. Demokrasi yang tidak bermutu.
Kedua, telah melahirkan pemimpin bukan yang terbaik dari seluruh bangsa Indonesia.
Ketiga, telah menghadirkan demokrasi paksaan yang memaksa rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin yang telah ditentukan oleh para pemimpin partai politik,
Keempat, telah menghadirkan demokrasi kriminal menurut Rizal Ramli, karena dalam proses pencalonan, terjadi tawar-menawar uang dan pembagian kekuasaan, jika calon pemimpin Indonesia terpilih dalam pemilihan Presiden.
Kelima, hanya menguntungkan partai-partai politik yang memiliki perwakilan di lembaga legislatif (DPR RI).
LaNyalla juga menjelaskan Presidential Threshold justru dapat memperlemah sistem presidensil dan demokrasi. https://t.co/AQg60JAPUj
— detikcom (@detikcom) November 16, 2021
Gede Pasek: Logika Paling Bagus Presidential Threshold Nol Persenhttps://t.co/I4SxDJuFXQ
— OposisiCerdas.com (@OposisiCerdas) November 4, 2021
Polarisasi Tajam di Masyarakat
Sistem presidential threshold di Indonesia diberlakukan untuk memperkuat sistem presidensil dan demokrasi. Namun, Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti menilai, kondisi yang terjadi justeru sebaliknya.
“Kalau didalilkan untuk memperkuat sistem presidensil agar presiden terpilih punya dukungan kuat di parlemen, justru secara teori dan praktik malah membuat mekanisme check and balance menjadi lemah,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Ahad (21/11).
LaNyalla mengatakan, partai politik besar dan gabungan partai politik menjadi pendukung presiden terpilih dalam sistem ini. Sehingga, yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah.
“Termasuk secepat kilat menyetujui apapun kebijakan pemerintah. Juga pengesahan perppu atau calon-calon pejabat negara yang dikehendaki pemerintah,” ungkap LaNyalla.
Jika ditimbang dari sisi manfaat dan mudarat-nya, LaNyalla menilai Presidential Threshold penuh dengan mudarat. Pasalnya, ambang batas pencalonan presiden menyumbang polarisasi tajam di masyarakat, akibat minimnya jumlah calon, terutama dalam dua kali Pilpres, di mana hanya ada dua pasang calon yang head to head.
JK tegaskan Pilpres 2024 ditentukan dukungan Parpol. Habib Rizieq Syihab punya pendukung dan militan, tapi ada silent majority. Disinilah pentingnya gugatan Dr Rizal Ramli dkk di MK utk hilangkan Presidential Threshold. Klik YouTube dan subscribehttps://t.co/tV4AG6RwJL
— Musni Umar (@musniumar) December 11, 2020
Hapus Presidential Threshold
Ambang batas pencalonan pasangan Calon Presiden/Wakil di Indonesia, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota sebesar 20 persen, sangat merusak sistem demokrasi.
Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan untuk mengubah sistem demokrasi yang merugikan bangsa dan negara?
Pertama, secara bertahap menghapus sistem presidential threshold (PT). Pada pemilu tahun 2024, PT misalnya sebesar lima Persen.
Kedua, untuk hapus Presidential Threshold secara total tidaklah mudah, karena Presidential Threshold merupakan agenda partai-partai politik yang lolos di Senayan.
Ketiga, mengakhiri pembelahan yang terjadi di masyarakat akibat pemberlakuan PT. Dalam realitas, terjadi perseteruan kelompok yang ingin PT dihapus, sebaliknya menolak dalam bentuk kalimat verbal, maupun simbol dan aksi.”
Keempat, semua kekuatan Civil Society harus bersatu melawan hegemoni pemberlakuan presidential threshold di Indonesia.
Kelima, melawan siapapun yang membenturkan Islam dengan Pancasila.
MPR Minta Presidential Threshold Pilpres 2024 Dikaji Ulanghttps://t.co/90OyPG07QN pic.twitter.com/lANwVLiBtI
— Partai Demokrat (@PDemokrat) October 30, 2021
Apa Yang Bisa Dilakukan
Rizal Ramli dan kawan-kawan telah berjuang keras untuk mengubah PT menjadi nol persen.
Untuk mengubah PT menjadi nol persen, Rizal Ramli, Refly Harun dan kawan-kawan telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah Presidential Threshold menjadi 0 persen.
Akan tetapi, judicial review ditolak MK.
Judicial review atau pengujian yudisial adalah suatu proses ketika tindakan eksekutif dan legislatif ditinjau oleh badan yudikatif. Badan tersebut akan meninjau apakah suatu tindakan atau undang-undang sejalan dengan konstitusi negara.
Selain itu, mendesak DPR khususnya Komisi III DPR RI dan pemerintah untuk menghapus PT menjadi nol persen.
Ketua DPD RI: Pakar Hukum dan Tata Negara Nyatakan Presidential Threshold Tak Sesuai Konstitusi 👍 https://t.co/f5WWedot5F
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) November 16, 2021
Threshold inilah yg jadi basis dari demokrasi kriminal. Hasilnya: pemimpin2 KW2-KW3 yg korup pula. Ini harus kita ubah !
Rizal Ramli: Parpol Senang Presidential Threshold karena Dapat Upeti dari Calon Pemimpinhttps://t.co/kl5KQCXbdE— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) August 21, 2021
Selamatkan Demokrasi
Setidaknya ada 5 keuntungan PT menjadi nol persen. Pertama, akan banyak pasangan calon Presiden – calon Wakil Presiden, pasangan calon Kepala Daerah (pasangan calon Gubenur – calon Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati – calon Wakil Bupati, dan pasangan calon Walikota – calon Wakil Walikota).
Dengan banyaknya pasangan calon Presiden – calon Wakil Presiden dan pasangan calon Kepala Daerah), maka pada putaran I, rakyat akan memilih pasangan calon Presiden – calon Wakil Presiden dan pasangan calon Kepala Daerah yang terbaik karena integritas yang meliputi dapat dipercaya, jujur, amanah, cerdas, dan mampu berkomunikasi secara baik dengan rakyat.
Kedua, rakyat akan memilih pasangan calon Presiden – calon Wakil Presiden dan pasangan calon Kepala Daerah yang terbaik dan terhebat dari para pasangan calon pemimpin Indonesia dan para pemimpin di daerah.
Ketiga, sistem demokrasi akan tumbuh dengan baik yang memastikan bahwa demokrasi dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat.
Keempat, persatuan dan kesatuan akan semakin kukuh dan kuat karena para elit yang mempunyai potensi bisa berpartisipasi menjadi calon Presiden – calon Wakil Presiden dan menjadi Kepala Daerah.
Kelima, partai politik tidak akan dikuasai para pemimpin partai politik dan oligarki. Dengan demikian, kedaulatan rakyat akan kembali kepada rakyat Indonesia.
Rakyat Memilih Pemimpin Yang Diinginkan
Presidential Threshold 20 persen merupakan perusak sistem demokrasi. Oleh karena itu, demokrasi harus diselamatkan.
Cara menyelamatkan demokrasi, pertama, memilih Presiden – Wakil Presiden yang mempunyai Track Record dalam pengalaman berorganisasi sejak menjadi pelajar, siswa dan mahasiswa.
Kedua, memilih pemimpin yang mempunyai rekam jejak dalam memimpin kementerian dan atau daerah dengan prestasi yang gemilang, tidak memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak melawan demokrasi dan Hak Asasi manusia.
Ketiga, memilih pemimpin yang sukses dalam memimpin, mempunyai prestasi tinggi di tingkat nasional dan internasional yang diraih saat memimpin.
Keempat, memilih pemimpin kementerian atau daerah yang telah terbukti selalu berusaha dengan omongan dan tindakan mempersatukan seluruh bangsa indonesia.
Kelima, memilih pemimpin yang berprestasi dalam mengurus pemerintahan di pusat dan daerah.
Dengan menghapus Presidential Threshold, maka kita selamatkan demokrasi, kita tingkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
