Penegakan hukum yang menghadirkan keadilan dan kebenaran masih menjadi impian. Dalam realitas, penegakan hukum tajam ke bawah dan tajam ke samping kepada mereka yang dianggap bukan bagian dari pendukung kekuasaan
Hal tersebut mengemuka dalam dialog publik dalam rangka memperingati Hari HAM Sedunia yang menghadirkan narasumber Margarito Kamis, Musni Umar, Bayu Saputra Muslimin dan Yuspan Zaluku. Dialog ini diinisiasi Pengurus Pusat KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) dan Ikatan Media Online Indonesia, Acara di pandu oleh Samtidar Tomagola selaku moderator.
Margarito Kamis mengemukakan bahwa penegakan belum ada kemajuan. Pada masa lalu, Mohammad Natsir, Buya Hamka, Muhammad Roem, Yunan Nasution, dan para tokoh lainnya dicari-carikan kesalahan mereka agar bisa dipenjara. Kata Margarito apa bedanya dengan sekarang?
KNPI dan Ikatan Media Online Gelar Diskusi Akhir Tahun Bertemakan Evaluasi Penegakan Hukum di Indonesia https://t.co/fLl14uW9DK
— redaksi1halopaginews@gmail.com (@halopaginws) December 10, 2021
Belum Wujudkan Keadilan
Musni Umar yang menjadi pembicara kedua mengemukakan bahwa penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada 10/12/2021 kita peringati. Tidak ada penegakan HAM tanpa penegakan hukum, walaupun tidak setiap pelanggaran hukum merupakan pelanggaran HAM.
Sosiolog ini menegaskan bahwa penegakan hukum berkaitan erat dengan proses penyelidikan dan penyidikan. Persepsi publik cenderung negatif karena penyelidikan dan penyidikan sangat cepat kepada mereka yang bukan dari pendukung kekuasaan. Mereka yang dibidik adalah mereka yang dianggap anti pemerintah.
Selain itu, penegakan hukum terkait pula proses dan putusan majelis hakim di pengadilan. Dalam banyak kasus terutama yang bernuansa politik, banyak putusan majelis hakim yang dianggap publik tidak hadirkan keadilan dan kebenaran seperti kasus yang dituduhkan HRS.
Benahi Institusi dan SDM
Bayu Saputra Muslimin, dosen Universitas Trisaksi yang juga menjadi narasumber mengemukakan pentingnya membangun institusi penegak hukum dan sumber daya manusia.
Selain itu, dia mengemukakan pintu masuk untuk memperbaiki Indonesia ialah melalui pemilu. Menurut Bayu, pemilu merupakan kunci pemecahan masalah hukum. Itu sebabnya beberapa waktu lalu, Universitas Trisakti menyelenggarakan seminar tentang pemilu yang saat ini sedang dilakukan seleksi calon Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan calon Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tim seleksinya dibentuk oleh Presiden Jokowi.
Sementara itu, Yuspan Zaluku ketika merespon pertanyaan peserta mengemukakan bahwa masih banyak masalah hukum yang harus dibenahi. Putusan majelis hakim penting dikritisi. Penegak hukum yang tidak benar harus dibersihkan.
Menurut Yuspan Zaluku, masalah besar yang dihadapi adalah penyakit moral. Oleh karena itu, dia sangat mendukung program yang pernah dicanangkan Jokowi “Revolusi Mental” tetapi mengapa program itu tidak diteruskan?
Menurut dia pencapaian keadilan sangat lemah karena hukum banyak dikendalikan oleh orang kuat. Solusinya, adalah membangun mortalitas bangsa.
Berikut foto-foto kegiatan

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
