Sebagai aktivis mahasiswa 77/78 dan sosiolog, saya selalu mengikuti perkembangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tidak hanya perkembangan sosial yang diamati, tetapi juga para aktor dan akademisi yang aktif menyampaikan pikiran, pandangan dan aktivitas yang dimuat oleh media.
Salah satu akademisi yang kritis dan berani, yang sering dibaca pandangannya di media adalah Ubedilah Badrun. Dia merupakan salah satu aktivis mahasiswa dalam gerakan reformasi 1998. Selain aktivis 1998, dia berprofesi sebagai dosen di Universitas Negeri Jakarta.
Ubedilah Badrun sejak menjadi mahasiswa telah aktif sebagai pemimpin mahasiswa di kampusnya Universitas Negeri Jakarta, dan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Setelah menamatkan pendidikan S1 di UNJ, dia melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Indonesia. Dia memilih profesi sebagai akademisi, dan analis sosial politik.
Sebagai aktivis gerakan mahasiswa intra dan extra, Ubedilah Badrun dikenal pula sebagai pendiri FKSMJ 1996, sebuah organisasi pergerakan mahasiswa yang kemudian menjadi motor penting gerakan reformasi 1998.
Dalam sebuah diskusi, saya dan Ubedilah Badrun menjadi narasumber, saya menyimak pandangannya yang bermakna dan kritis, tetapi argumentasinya rasional yang jauh dari upaya mendiskreditkan siapapun. Kehebatannya menurut saya karena berani mengemukakan kebenaran, yang saat ini tidak banyak akademisi yang berani menyampaikan kebenaran.
Dipolisikan Jokowi Mania, Ubedilah Badrun: Laporan Saya ke KPK Amanat Reformasi https://t.co/qW7UqRkFiu #TempoNasional
— TEMPO.CO (@tempodotco) January 15, 2022
Ubedilah Badrun Resmi Dipolisikan Buntut Laporkan Gibran dan Kaesang https://t.co/ZUtC9TV0zv
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) January 14, 2022
Satu-satunya Yang Berani
Di Jakarta dan Indonesia banyak orang pintar. Sudah banyak bergelar Magister (Master). Walaupun yang bergelar Doktor (Ph.D) baru 143 orang /1 juta dari penduduk Indonesia, yang masih kalah jauh dari Malaysia yang jumlahnya 509 orang/1 juta penduduk dari Malaysia.
Akan tetapi, tidak banyak akademisi dan orang pintar yang berani menyampaikan pandangannya secara kritis. Apalagi berani melaporkan dugaan KKN keluarga nomor wahid di negeri ini. Terlebih lagi, yang melaporkan tersebut adalah dosen yang notabene adalah ASN (Aparatur Sipil Negara).
Dapat dipastikan hanya Ubedilah Badrun, satu-satunya saat ini yang berani melakukan hal tersebut dengan resiko dipenjara dan dipecat seperti yang pernah dialami AM. Fatwa (Alm.), karena berani melawan rezim Soeharto, beliau dipenjara dan dipecat sebagai PNS (ASN) di DKI Jakarta.
Akan tetapi setelah rezim 0rde Baru dilengserkan, AM Fatwa, yang alumnus Universitas Ibnu Chaldun, dalam pemilihan umum dipilih menjadi anggota DPR RI dan Wakil Ketua DPR RI, kemudian pada pemilu berikutnya terpilih kembali dan menjadi Wakil Ketua MPR RI. Kemudian direhabilitasi kepegawaiannya sebagai PNS (ASN) dan mendapatkan hak pensiun dari negara.
Ubedilah Badrun Sebut Relawan Jokowi Mania Tak Bisa Laporkan Dirinya ke Polisi https://t.co/woGCpWKBoo #TempoNasional
— TEMPO.CO (@tempodotco) January 15, 2022
JoMan membuka peluang cabut laporan jika Ubedillah Badrun meminta maaf ke publik. Ubedillah pastikan tidak akan minta maaf! https://t.co/pBHbGP86gy
— detikcom (@detikcom) January 15, 2022
Berani Sampaikan Kebenaran
Sejatinya para akademisi menjadi obor penerang di tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi, sangat langkah saat ini yang berani menyuarakan kebenaran. Berbagai universitas di Indonesia yang didalamnya terdapat banyak orang pintar dan orang hebat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi hampir semuanya memilih cara yang aman yaitu diam, daripada menyampaikan kebenaran seperti yang dipilih Ubedilah Badrun.
Pilihan Ubedilah Badrun amat beresiko. Menurut pengakuannya, dia mendapat banyak teror melalui WA setelah melaporkan ke KPK tentang dugaan KKN. Bukan hanya itu, tetapi sudah ada yang melaporkan Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya. Kita tidak tahu kapasitas mereka melapor. Sepanjang yang kita ketahui, yang melapor ke aparat haruslah yang diduga melakukan pelanggaran hukum atau kuasa hukumnya.
Pertanyaannya, apa hubungan hukum antara yang diduga Ubedilah Badrun melakukan pelanggaran hukum (KKN) dengan mereka yang melaporkan Ubedilah Badrun. Biarlah aparat dan para pakar hukum yang menjelaskan hal tersebut.
Hal yang sangat penting dikemukakan bahwa sejatinya dalam negara demokrasi, setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat bahkan kritikan kepada mereka yang mendapatkan amanah memimpin negara, termasuk melaporkan dugaan KKN tidak saja mereka yang sedang memimpin bangsa dan negara, tetapi juga keluarganya dalam rangka mewujudkan clean government dan good governance.
Lembaga hukum resmilah seperti Kepolisian, KPK, Kejaksaan yang akan memberi penilaian berdasarkan alat bukti untuk menentukan suatu laporan dari masyarakat layak secara hukum untuk diteruskan ke proses penyelidikan dan ditingkatkan ke penyidikan.
Apapun hasil laporan yang disampaikan masyarakat, apalagi laporan dari akademisi seperti Ubedilah Badrun harus diapresiasi dan diberi dukungan oleh masyarakat akademis dan masyarakat madani.
Jika Ubedilah Badrun tidak diberi dukungan moral, maka hampir pasti tidak akan pernah ada yang berani melaporkan apapun yang dilihat, diketahui dan dialami sebagai perbuatan yang diduga tidak benar, pada hal kebenaran harus diperjuangkan penegakannya untuk kepentingan seluruh rakyat.
Ubedilah Badrun Dituduh Dapat Sogokan Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Rocky Gerung: Moralnya Sempurna https://t.co/LrPhruC9pW
— Pikiran Rakyat (@pikiran_rakyat) January 15, 2022
Apresiasi Keberanian Ubedilah Badrun Laporkan Dua Putra Jokowi, Mardani: Mudah-mudahan Datanya Kuat https://t.co/3iMQvBfD2q
— Tribunnews.com (@tribunnews) January 15, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
