Pada 18 Januari 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan Sidang Paripurna. Salah satu agendanya adalah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang. Dengan disetujuinya Undang-Undang tersebut, maka Ibu Kota negara Republik Indonesia secara resmi telah pindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Saat pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) secara kebetulan saya berada dilingkungan gedung parlemen RI untuk bertemu dengan seorang Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra yaitu Himmatul Aliyah, yang selama ini banyak membantu Universitas Ibnu Chaldun. Kami sempat menunggu, karena semua anggota DPR RI termasuk Ibu Himmatul Aliyah sedang mengikuti Sidang Paripurna.
Sidang Paripurna DPR RI untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara, dipimpin Ketua DPR RI, dimulai dengan mempersilahkan juru bicara tiap Fraksi di DPR RI untuk menyampaikan Pemandangan Umum tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN).
Anggaran yang direncanakan untuk pemindahan Ibukota luar biasa besar, yakni 466 Triliun.
Ini belum lagi mempertimbangkan preseden-preseden yang pernah terjadi, saat biaya pembangunan infrastruktur Pemerintah seringkali membengkak dan ujungnya membebani APBN lebih berat lagi. pic.twitter.com/vFCNRp8Hw5
— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) January 19, 2022
Sejumlah anggota DPR RI Fraksi PKS & tokoh nasional hadir dlm acara Public Expose RUU IKN.
Dalam kesempatan ini, seluruh narasumber memberikan kritik atas pemindahan IKN ke Kaltim yg dirasa tidak diperlukan utk saat ini.#fraksipksdprri#bersamamelayanirakyat#TolakIbukotaBaru pic.twitter.com/n5CxwQYs0Y
— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) January 19, 2022
PKS Tolak Pindah Ibu Kota
Semua Fraksi di DPR RI menyampaikan pemandangan umum RUU tentang Ibu Kota Negara, seperti Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi Nasdem, Fraksi PKS, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, Fraksi PPP.
Setelah sembilan Fraksi DPR RI menyampaikan pemandangan umum, Pimpinan Sidang bertanya kepada seluruh anggota DPR RI yang mengikuti sidang: Apakah RUU tentang Ibu Kota Negara disetujui menjadi UU? para anggota DPR RI “Setuju,” kecuali seluruh anggota Fraksi PKS tolak pindah ibu kota.
Walaupun seluruh Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak pengesahan RUU Ibu Kota Negara menjadi UU, tetapi karena mereka minoritas dan mayoritas Fraksi di DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara menjadi Undang-Undang, maka Pimpinan Sidang ketuk palu untuk mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.
Dengan adanya pengesahan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara, maka sejak 18 Januari 2022 (Siang WIB) secara legal Ibu Kota Negara Republik Indonesia tidak lagi Jakarta, tetapi telah berpindah ke Kalimantan Timur.
Hamid Noor Yasin, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Rakyat (PKS) mengemukakan dalam interupsinya di Sidang paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2022) tentang alasan PKS menolak Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara menjadi Undang-Undang:
Pertama, pemindahan ibu kota negara akan membebani keuangan negara di tengah masa sulit akibat pandemi.
Kedua, saat ini kondisi ekonomi negeri kita masih dalam keadaan sulit dan belum pulih.
Ketiga, masyarakat dan bangsa kita masih berjuang melawan Covid.
Keempat, krisis yang terjadi mengakibatkan banyak rakyat kita kehilangan pekerjaan dan angka kemiskinan bertambah.
Penolakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara menjadi Undang-Undang, patut diapresiasi karena suara kritis dari para pakar dan masyarakat luas yang menolak keras pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur, masih ada PKS sebagai penyambung lidah mereka dalam menolak pemindahan ibu kota negara.
Dalam masalah pemindahan Ibu Kota Negara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sepatutnya diberi acungan jempol dan diberi dukungan pada pemilu 2024 karena merupakan satu-satunya partai politik di DPR RI yang memperjuangkan aspirasi rakyat yang tolak pindah ibu kota.
Ini RUU fundamental. Mesti dibahas dgn saksama karena dampaknya pada kehidupan berbangsa & bernegara. Ini RUU Kilat, pansus disahkan awal Desember 2021 & kurang dari 2 bulan ingin disahkan. Kita perlu bertanya ada apa dgn ketergesaan ini? #TolakIbukotaBaruhttps://t.co/fOo1utRz3f
— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) January 18, 2022
Bismillah, @FPKSDPRRI sudah secara resmi menyatakan menolak RUU Ibu Kota Negara (IKN) utk dilanjutkan ketahapan proses berikutnya. PKS melihat gagasan pemindahan IKN memuat potensi masalah baik formil maupun substantif. #TolakIbukotaBaru
— Mardani Ali Sera (@MardaniAliSera) January 18, 2022
Dahsyatnya Kekuasaan Politik
Masih banyak pandangan di masyarakat kita bahwa politik itu kotor, jahat, kejam dan menghalalkan segala cara. bahkan ada yang menyatakan politik itu sarangnya koruptor.
Dampaknya, tidak sedikit di kalangan masyarakat yang menjauhkan diri dari politik, karena fakta yang mereka lihat dan saksikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sering terjadi hal-hal seperti itu. Banyak perbuatan kotor dan berbagai kecurangan.
Akan tetapi, kekuasaan politik sangat penting dan menentukan. Suka tidak suka dan mau tidak mau, orang-orang baik dan seluruh rakyat tidak bisa menjauh apalagi menghindar dan menolak politik.
Justeru kalau mau memperbaiki negara, orang-orang baik, para cerdik pandai, ulama dan seluruh rakyat harus peduli politik dan terlibat dalam politik. Sebab hanya kekuasaan politik yang bisa membebaskan rakyat dari kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Hanya kekuasaan politik yang dapat membebaskan merajalelanya korupsi, mengakhiri utang yang sudah sangat besar jumlahnya yang akan membebani anak cucu kita di masa depan.
Sehebat dan sepintar apapun seseorang kalau tidak mempunyai kekuasaan politik tidak bisa memperbaiki kehidupan rakyat, bangsa dan negara. Itulah dahsyat kekuasaan politik.
Sebagai contoh, pemindahan ibu kota negara, hanya bisa dilakukan oleh yang berkuasa, Tanpa kekuasaan politik, mustahil bisa memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Oleh karena itu, kita prihatin masih ada di kalangan masyarakat Indonesia yang mengharamkan pemilihan umum. Pada hal pemilihan umum merupakan sarana politik, rakyat memilih calon-calon wakil rakyat di semua tingkatan, dari DPRD Kabupaten, Kota, Provinsi sampai pusat (DPR RI).
Selain itu, melalui pemilihan umum Presiden-Wakil Presiden, pemilihan Kepala Daerah, rakyat memilih pasangan calon Presiden-calon Wakil Presiden, calon Kepala Daerah {pasangan calon Gubernur-calon Wakil Gubernur, pasangan calon Walikota, calon Wakil Walikota, pasangan calon Bupati-calon Wakil Bupati} yang terbaik dan terhebat.
Mereka yang terpilih atau dipilih memegang kekuasaan politik, mempunyai kekuasaan yang amat besar, yang putih bisa menjadi merah, yang merah bisa menjadi putih.
Begitulah gambaran dahsyatnya kekuasaan politik. Siapa yang memegang kekuasaan politik, maka bisa melakukan banyak hal untuk membantu dan menolong rakyat sebanyak-banyaknya. Maka, politik itu sifatnya netral, tergantung siapa yang memegang kekuasaan politik. Kalau yang memegang kekuasaan, orang baik, beriman kepada Allah, amanah, benar, cerdas dan komunikatif, maka kekuasaan yang diperoleh akan dipergunakan sebaik-baiknya untuk membangun rakyat menjadi beradab, maju, adil dan sejahtera.
Sebaliknya, jika rakyat salah memilih pemimpin, maka dampaknya sangat besar dan berat bagi rakyat, bangsa dan negara di masa depan.
Oleh karena itu, rakyat harus bersatu untuk memilih partai politik yang memperjuangkan aspirasi rakyat, pemimpin yang terbaik dari bangsa Indonesia karena imannya, akhlaknya, amanahnya, kejujurannya, kecakapannya, dan rekam jejaknya yang baik.
Kriteria semacam itu, yang diharapkan bisa membawa seluruh rakyat, bangsa dan negara meraih kemajuan, kesejahteraan dan keadilan sesuai sila kedua dan sila kelima dari Pancasila.
Semoga tulisan ini memberi manfaat kepada rakyat, bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Ugal-Ugalan Bahas Pemindahan Ibu Kota Baru. Pembahasan regulasi yang akan memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur telah mengabaikan partisipasi masyarakat. #TolakIbukotaBaru https://t.co/PFwdw70A5R
— DPP PKS (@PKSejahtera) January 18, 2022
[PUBLIC EXPOSE RUU IKN]
Fraksi PKS DPR RI menyelenggarakan Public Expose untuk memberikan pemaparan detail terkait penolakan FPKS terhadap RUU Ibukota Negara.#fraksipksdprri #bersamamelayanirakyat #TolakIbukotaBaru #tolakruuikn pic.twitter.com/rAJcq8Ybeg
— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) January 18, 2022
[AYO, GABUNG PKS]
Emangnya kenapa sih banyak anak muda tertarik join PKS? Simak video berikut ya😊
Kalau kamu, sudah daftar jadi anggota PKS atau belum? Yuk, daftar… Bersama kita melayani rakyat👍#fraksipksdprri #BersamaMelayaniRakyat pic.twitter.com/DD6q9ZI8Qj
— Fraksi PKS DPR RI (@FPKSDPRRI) January 16, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
