Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri negara demokrasi bahwa “kedaulatan berada ditangan rakyat.”
Untuk memastikan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, saya kutip lengkap bunyi Pembukaan UUD 1945
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Selain Pembukaan UUD 1945, bukti normatif terdapat pula dalam Batang Tubuh, yang menyebutkan pasal-pasal bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, misalnya: pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Selanjutnya disebutkan dalam pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
Dalam bentuk empirik yang menunjukkan Indonesia adalah negara demokrasi, bisa dilihat pada masa pemerintahan, di masa revolusi, era parlementer, demokrasi terpimpin, Orde Baru, dan Orde Reformasi.
Selain itu, dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab Vl Pemerintahan Daerah. Pasal 18 ayat (4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
âMulai hari ini, siapapun yg menolak ide/rencana pindahan Ibukota, kayaknya bakal berhadapan dengan kekuatan baru dari Senayan. Pekerjaan meluruskan kiblat bangsa, makin berat. Jadi jangan kaget jika Netizen yg selama ini menentang pindahan, tiba-tiba menyerangmu. đ
— MUSTOFA NAHRAWARDAYA (@TofaTofa_id) January 18, 2022
Buni Yani: Ibu Kota Negara Baru Proyek Oligarki yang Isinya Taipan! https://t.co/gqN1WjVFaJ
— Keuangan News (@keuangannews_id) January 20, 2022
Pendapat Negarawan dan Pakar Demokrasi
Setelah kita mengemukakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, kita mengutip pendapat seorang Presiden negara adidaya sekaligus bapak demokrasi yaitu Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 menjelaskan bahwa “demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.”
Sistem pemerintahan yang dikemukakan Abraham Lincoln dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, pada intinya adalah partisipasi politik.
Herbert McClosky dalam “Political Participation” (1972) menjelaskan “The term “political participation” will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and directly or indirectly in the form”action of public policy.”
(Istilah “partisipasi politik” akan mengacu pada kegiatan- kegiatan sukarela di mana anggota masyarakat ikut serta dalam pemilihan penguasa dan, secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan “kebijakan publik.}
Selain itu, Seymor Martin Lipset dalam “Political Man” (1959) mengemukakan:
“A principle problem for a theory of democratic system is: under what conditions can a society have “sufficient” participation to maintain the system without introducting sources of cleavage which will undermine the cohesion.”
(Masalah prinsip karena teori sistem demokrasi adalah: dalam kondisi apa suatu masyarakat memiliki partisipasi yang “cukup” untuk memelihara sistem tanpa menimbulkan sumber perpecahan yang akan merusak kohesi).
Rocky Gerung Usulkan Ibu Kota Baru Bernama Jokowikarta, Fadli Zon Lebih Setuju Pakai Nama Jokowi
https://t.co/YIwbBKbliA— Tribunnews.com (@tribunnews) January 19, 2022
Ndak membatasi siapa aja mau maju. Pura2 ndak tahu ada pembatasan threshold. Wong tinggal kasih signal atau Perpu, baru itu omongan punya arti. Ini mah ânggedabrusâ atau omong kosong doang đhttps://t.co/29LwT1TUNO
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) January 20, 2022
Kepala Daerah Harus Dipilih 2022, 2023
Berdasarkan pengertian demokrasi, pendapat bapak demokrasi, pendapat dua pakar demokrasi serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat (4), maka Kepala Daerah harus dipilih secara demokratis.
Dengan demikian, sebanyak 101 Kepala Daerah yang habis masa baktinya tahun 2022, begitu pula, sebanyak 170 Kepala Daerah habis masa baktinya tahun 2023, harus dipilih secara demokratis. Tidak boleh dilantik Kepala Daerah sebagai PJ, PLT ataupun apapun namanya tanpa melalui pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Jika hal itu dilakukan, maka melanggar asas demokrasi yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh, serta melanggar Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ibu kota negara (IKN) Nusantara disebutkan tidak dipimpin oleh kepala daerah yang lazimnya dipilih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).
IKN Nusantara nantinya bakal dipimpin oleh Kepala Otorita yang ditunjuk oleh Presiden.https://t.co/3yEtHfUKXH pic.twitter.com/IBvxr3X1DN
— VIVAcoid (@VIVAcoid) January 18, 2022
Tidak Ada Pilkada di Ibu Kota Negara, #Jokowi Sudah Kantongi Nama Kepala Otorita
https://t.co/i3f85hARWZ via @tribunbalikanal #Nusantara #nasional #indonesia #ibukotabaru— tribunbali (@tribunbalikanal) January 19, 2022
Cara Membatalkan Penundaan Pilkada
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah membuat UU Pemilu yang meniadakan pemilihan Kepala Daerah tahun 2022 dan 2023. Pada hal sebanyak 271 Kepala Daerah akan habis masa baktinya.
Dengan demikian, pemerintah akan melantik Kepala Daerah untuk menjabat Gubernur, Bupati dan Walikota sampai pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.
Berdasarkan asas demokrasi yang dianut Indonesia, pendapat bapak demokrasi “Abraham Lincoln,” pendapat dua pakar demokrasi dan
penegasan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dikemukakan, maka jika Kepala Daerah dilantik tanpa melalui pemilihan secara demokratis, maka berarti Indonesia melanggar demokrasi dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bagaimana meluruskan kesalahan yang sudah ditetapkan dengan menunda atau meniadakan pemilihan Kepala Daerah di 271 daerah 2022 dan 2023, yang jelas melanggar demokrasi dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945?
Mekanisme yang tersedia untuk meluruskan kesalahan tersebut, ialah mengajukan Pengujian yudisial (Judicial Review) ke Mahkamah Konstitusi yaitu suatu proses ketika tindakan eksekutif dan legislatif ditinjau oleh badan yudikatif. Mahkamah Konstitusi akan meninjau apakah suatu tindakan atau undang-undang sejalan dengan konstitusi Negara Republik Indonesia.
Dalam hubungan itu, kita apresiasi adanya kelompok masyarakat yang akan segera mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi untuk memohon pembatalan Pilkada 2022 dan 2023 dengan menunjuk PJ atau PLT Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan melaksanakan tugas sebagai Kepala Daerah tanpa mendapat mandat dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan (kekuasaan) melalui pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
