Aksi main hakim sendiri sangat sering kita dengar, baca dan saksikan dalam tayangan media. Perasaan selalu diselimuti keprihatinan, kesedihan, dan penyesalan ketika terjadi aksi main hakim sendiri.
Main hakim sendiri, yang dimaksud adalah menghukum pelaku kejahatan atau yang diduga atau dituduh melakukan kejahatan tanpa ada putusan hakim di pengadilan sebagai pihak yang berwajib.
Korban main hakim sendiri menurut saya setidaknya ada tiga macam. Pertama, mengeroyok seseorang yang tertangkap warga karena maling lalu warga memukulinya beramai ramai sehingga meninggal dunia.
Kedua, mengeroyok seseorang yang diteriaki maling. Pada hal dia tidak maling, hanya disangka maling sehingga warga beramai ramai mengejar dan menangkapnya lalu memukulinya sampai meninggal dunia.
Ketiga, ada sengketa pribadi atau kelompok dengan lingkungannya, sehingga disebut maling. Pada hal dia bukan maling. Untuk menggerakkan emosi massa, maka isu maling dimainkan sehingga massa terprovokasi lalu mengejar, menangkap dan memukulinya sampai meninggal dunia.
Seorang ABG di Bekasi tewas dibacok enam orang usai diteriaki maling. Korban berinisial LEH (16) saat itu disebut sedang mencari kucing. https://t.co/22FG3xs3oN
— detikcom (@detikcom) February 8, 2022
Berita lainnya: https://t.co/qb6lW4Vzxl
Dan terjadi lagi, warga main hakim sendiri! Lagi cari kucingnya yang hilang, siswa SMA ini dikeroyok warga hingga tewas gegara diteriaki maling oleh enam temannya. #Liputan6SCTV pic.twitter.com/fxcEHDVRm1
— SCTV (@SCTV) February 10, 2022
Kasus Main Hakim Sendiri
Aksi main hakim sendiri kembali memakan korban. Ini terjadi di Bekasi, Jawa Barat. Seorang remaja meninggal dunia akibat dikroyok setelah korban diteriaki maling.
Nasib nahas dialami Lutfi Erlangga Hafiz yang baru berumur 16 tahun. Dia pamit ke orang tuanya untuk mencari kucing piaraannya yang hilang.
Malangnya, anak itu saat mencari kucing piaraannya diteriaki maling, lalu massa mengejarnya dan memukulinya sampai meninggal dunia secara mengenaskan. Jenazah ditemukan di kompleks perumahan Harapan Mulya Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Peristiwa itu terjadi Sabtu (5/2/2022) tengah malam lalu, korban meninggal dunia akibat dikeroyok sedikitnya enam orang empat pelaku.
Pelaku ditangkap, pemeriksaan menunjukkan korban dikeroyok setelah tiba-tiba diteriaki maling dengan tuduhan mencuri besi. Korban yang panik berupaya kabur tapi justru dikeroyok dengan senjata tajam.
Insiden nahas tersebut membuat orang tua korban sangat terpukul. Menurut sang orang tua, korban adalah anak sulung yang dikenal sebagai anak rumahan yang tidak pernah bermusuhan. “Anak saya ini kalo di rumah jarang keluar, tipikal anak rumahan dan mainnya gadget,” ungkap orang tua korban, Abdul Hafidz.
Selain itu, terjadi pula pada seorang Lanjut usia (lansia) Wiyanto Halim (89) yang tewas dikeroyok massa karena dituding maling di kawasan Cakung, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. dikeroyok di Cakung.
Hasil pengusutan Polisi sebagaimana diberitakan di media, bahwa sebelum terjadi pengeroyokan telah terjadi pengancaman yang diterima korban. Bryana Halim, anak dari mendiang korban pengeroyokan massa, Wiyanto Halim (89) telah diperiksa polisi sebagai saksi. Korban tewas dikeroyok karena dituding maling di kawasan Cakung, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.
Dalam pemeriksaan itu Bryana membeberkan soal keterangan adanya dugaan pengancaman yang diterima Wiyanrto Halim sebelum peristiwa naas (23/1) lalu. Ia juga dimintai keterangan terkait kronologis terjadinya tindakan pengeroyokan terhadap ayahnya tersebut.
Kepada penyidik Bryana menjelaskan jika ayahnya sempat mengaku menerima ancaman pembunuhan. Bahkan korban sempat meminta kepadanya untuk tidak berkunjung dulu ke rumah korban. Ancaman itu terjadi sejak bulan Desember atau sebelum korban tewas dikeroyok massa di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
“Ancaman dibunuh sebelum kejadian. Saya dalam waktu sebulan lebih nggak boleh ke rumah,” ungkap Bryana.
Lanjut Bryana, beberapa hari sebelum insiden pengeroyokan ayahnya sempat menelpon dan bercerita soal adanya orang yang membuntutinya. Hingga pada akhirnya korban membawa kendaraannya sendiri tanpa didampingi siapapun dan peristiwa maut pun terjadi.
“Itu beberapa hari sebelum kejadian. Jadinya papa sudah tahu ia dibuntuti terus beberapa hari sebelum kejadian,” kata Bryana.
Bryana berharap, keterangannya tersebut dapat ditindaklanjuti oleh penyidik. Karena itu, ia meminta polisi untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Remaja di Bekasi Diteriaki Maling dan Dibacok hingga Tewas, 4 dari 6 Pelaku Ditangkap https://t.co/5S8gmPPIGk
— Merdeka.com (@merdekadotcom) February 9, 2022
Remaja usia 16 tahun di Bekasi tewas dibacok usai diteriaki maling. Padahal korban saat itu sedang mencari kucing. https://t.co/F8Pqvu0VA7
— detikcom (@detikcom) February 9, 2022
Siswa SMA Tewas Dibacok Usai Diteriaki Maling, Ternyata Pelakunya Gengsterhttps://t.co/DDb5mPjnEL
— Okezone (@okezonenews) February 9, 2022
Cegah Aksi Main Hakim Sendiri
Dua contoh yang dikemukakan di atas yaitu Lutfi Erlangga, 16 tahun yang diteriaki maling, lalu dikeroyok, serta Wiyanto Halim, 89 tahun, yang dituding maling dan mengalami pengeroyokan, merupakan contoh brutalnya aksi main hakim sendiri.
Maling yang sudah nyata-nyata melakukan aksi kriminal tidak boleh dihakimi sendiri, apalagi dua contoh tersebut, mereka bukan maling tetapi diteriaki maling, lalu warga beramai ramai melakukan aksi main hakim sendiri sehingga mereka terbunuh secara mengenaskan.
Pertanyaannya, bagaimana mengakhiri aksi main hakim sendiri di Indonesia.
Menurut saya, setidaknya harus dilakukan lima hal. Pertama, penyadaran masyarakat tidak boleh melakukan aksi main hakim sendiri.
Kedua, pendidikan sejak dini. Mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi, harus ditanamkan kesadaran hukum dan tidak boleh main hakim sendiri.
Ketiga, seluruh modal sosial di masyarakat harus didayagunakan untuk memberi pencerahan, penyadaran dan pembinaan kepada generasi muda dan masyarakat luas agar taat hukum dan tidak main hakim sendiri.
Keempat, ulama, tokoh masyarakat dan public figur harus didayagunakan oleh pemerintah untuk memberi edukasi dan penyadaran kepada generasi muda dan masyarakat luas pentingnya taat hukum dan menghindari aksi main hakim sendiri.
Kelima, para cendekiawan, agamawan, wartawan dan semua pihak harus merasa terpanggil dan merasa bertanggung jawab untuk memberi penyadaran kepada masyarakat luas dengan memanfaatkan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, You Tube, Tik Tok untuk menyebarkan pendidikan sadar hukum, taat hukum dan pentingnya mencegah apalagi melakukan aksi makin hakim sendiri.
Dengan melakukan hal-hal tersebut di atas, kita berharap aksi main hakim sendiri yang menimbulkan korban yang berdosa ataupun tidak berdosa, tidak ada lagi yang melakukannya. Jika ada yang melakukan tindak pidana kriminal seperti mencuri, merampok dan sebagainya, masyarakat sebaiknya menangkap pelakunya kemudian menyerahkan kepada polisi sebagai penyidik untuk menindak lanjutinya secara hukum.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
