Presiden Rusia Vladimir Putin telah memerintahkan tentaranya untuk melakukan invasi terhadap Ukraina.
Invasi militer Rusia ke Ukraina didahului dengan dekrit Presiden Putin yang mengakui kemerdekaan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk yang memisahkan diri dari Ukraina.
Setelah Presiden Putin mengakui kemerdekaan kedua negara tersebut, sebagaimana di duga Amerika Serikat dan sekutunya di NATO, Putin perintahkan tentaranya untuk masuk di dua negara itu sebagai penjaga perdamaian.
Pada saat yang sama Rusia melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina. Joe Biden, Presiden Amerika Serikat dan sekutunya di NATO tidak berdaya menahan Putin untuk tidak melakukan invasi ke Ukraina.
Presiden Joe Biden dan para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam NATO, telah mengancam sebelumnya untuk memberi sanksi yang mematikan kepada Rusia, tetapi nampaknya Presiden Putin tidak terpengaruh.
Para pengunjuk rasa di sejumlah kota besar dunia mengecam invasi Rusia https://t.co/oxczCn1xnT
— Republika.co.id (@republikaonline) February 25, 2022
Zalenskyy menyebut pasukan Rusia juga menjadikan masyarakat sipil target serangan. https://t.co/s19BPFfKR3
— Republika.co.id (@republikaonline) February 25, 2022
Cina juga tidak mau mengkritik Moskow, meskipun serangan intensif dari militer Rusia di Ukraina sudah memakan korban jiwa. #TempoDunia https://t.co/KJAMxzocBl
— TEMPO.CO (@tempodotco) February 25, 2022
Dampak Sosiologis Perang Rusia Bagi Ukraina
Perang pasti memberi dampak negatif kepada rakyat Ukraina. Setidaknya ada enam dampak negatif bagi rakyat Ukraina.
Pertama, kematian bagi rakyat Ukraina. Baru hari pertama, Rusia melakukan invasi, diberitakan media sudah 8 orang meninggal dunia dan sejumlah orang terluka.
Kedua, kehancuran harta benda rakyat Ukraina yang berada di zona perang.
Ketiga, kehilangan pekerjaan karena dalam keadaan perang, bisnis pada umumnya terhenti. Kalau tidak ada kegiatan bisnis, maka lapangan pekerjaan tidak ada.
Keempat, rakyat Ukraina menderita karena harus mengungsi di daerah yang aman. Pada saat mengungsi, kehidupan pasti tidak nyaman dan sulit secara ekonomi.
Kelima, setiap saat dibayang-bayangi maut karena perang tidak hanya tentara yang korban, tetapi juga rakyat yang terkena hantaman senjata atau bom.
Keenam, pendidikan pasti terganggu karena tidak ada siswa atau mahasiswa serta guru atau dosen yang pergi sekolah atau universitas. Semua mencari selamat dengan mengungsi atau masuk ke dalam bungker jika ada.
Dengan demikian, rakyat Ukraina sangat menderita akibat invasi Rusia ke Ukraina. Hanya tidak berdaya mencegah invasi atau mencegah perang.
Badan Bantuan PBB menyebut krisis yang terjadi di Ukraina akibat invasi Rusia, bisa membuat lima juta orang mengungsi keluar dari negaranya. #TempoDunia https://t.co/wQYqHxpSu1
— TEMPO.CO (@tempodotco) February 25, 2022
Tentara Ukraina Dapat Sumbangan Rp 5,7 M dalam Bentuk Kripto https://t.co/KeZjObYT8i
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) February 25, 2022
Dampak Sosiologis Perang Rusia bagi Bangsa Indonesia
Perang antara Rusia dengan Ukraina, tidak akan menimbulkan dampak negatif secara langsung kepada rakyat Indonesia seperti yang dialami rakyat Ukraina.
Akan tetapi, dampak tidak langsung pasti menghantam rakyat Indonesia. Setidaknya ada tiga dampak negatif yang bakal menimpa rakyat Indonesia akibat perang antara Rusia dengan Ukraina.
Pertama, harga minyak mentah naik secara signifikan. Baru hari pertama invasi Rusia ke Ukraina, minyak telah naik luar biasa besarnya. Mengutip berita CNBC, Kamis (24/2/2022) minyak mentah berjangka AS naik 4,36% diperdagangkan pada $96,12 per barel di Asia pada hari Kamis. Patokan internasional minyak mentah berjangka Brent naik 4,34% menjadi $101,04 per barel, melintasi level $100 untuk pertama kalinya sejak 2014.
Sementara impor minyak mentah Indonesia terus meningkat jumlahnya. Badan Pusat Statistik mencatat nilai impor minyak mentah pada 2021 ini tercatat mencapai US$ 7,05 miliar, melonjak 108% dari US$ 3,39 miliar. Impor minyak mentah diperlukan Indonesia karena kapasitas kilang Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri mencapai 1 juta barel per hari (bph) atau setidaknya dalam tahap operasi sekitar 800 ribu bph.
Dampak negatif bagi Indonesia, sudah pasti sangat memberatkan karena asumsi harga minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) US$ 55-70/barel di 2022.
Kalau harga minyak terus bertengger US$ 100 per barel akibat perang Rusia dengan Ukraina, maka APBN akan jebol dan pemerintah sangat berat jika tidak menaikkan harga minyak (BBM) dalam negeri. Jika BBM naik, maka seluruh kebutuhan bahan pokok dan kebutuhan sekunder otomatis akan naik.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19 akan menghadapi tantangan akibat perang antara Rusia dengan Ukraina. Apalagi Amerika Serikat dan negara-negara yang tergabung dalam NATO secara langsung dan tidak langsung mendukung Ukraina, maka semakin sulit penyelesaian perang tersebut. Semakin sulit penyelesaian, akan semakin lama perang berlangsung.
Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional, ekonomi Indonesia tidak bisa tumbuh sebagaimana yang diharapkan. Jika ekonomi tidak tumbuh, maka lapangan kerja tidak bisa diharapkan tumbuh dan berkembang. Dampaknya, pengangguran sulit diatasi, dan kemiskinan semakin meluas dan sulit diatasi.
Ketiga, pangan akan meningkat harganya. Supply dan demand tidak akan seimbang. Pasti lebih besar permintaan daripada pangan yang tersedia. Kalau harga pangan dunia meningkat, sementara Indonesia belum bisa swasembada pangan, karena selama ini lebih suka impor, maka dengan kondisi dunia yang bergejolak akibat perang, dampaknya harga pangan akan naik dan rakyat Indonesia yang selama ini dimanjakan dengan impor, akan mengalami kesulitan yang luar biasa. Income tidak meningkat bahkan banyak yang kehilangan income akibat PHK, sementara harga pangan meningkat harganya.
Di tengah gonjang-ganjing konflik Rusia-Ukraina, harga minyak mentah dunia mulai meroket. Harga BBM akan naik? https://t.co/oCYsf0KuzA
— detikcom (@detikcom) February 25, 2022
Terdapat jalur gas di jalur konflik Rusia-Ukraina. Nord Stream 2 merupakan jalur pipa gas alam Rusia yang bisa memasok 25 persen kebutuhan gas di Uni Eropa. https://t.co/WXihMLJgN9 #Infografis #CNNIndonesia pic.twitter.com/0rvSxspwfS
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 25, 2022
Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi, memperkirakan serangan militer Rusia ke Ukraina akan membuat APBN menanggung beban berat. #TempoBisnis https://t.co/KhBLYqf2V5
— TEMPO.CO (@tempodotco) February 25, 2022
Apa yang Harus Dilakukan?
Indonesia sebagai Presidensi G 20 harus berperan untuk membujuk Vladimir Putin untuk mengakhiri invasi ke Ukraina.
Ini tidak mudah sebab pemicu perang karena Ukraina mau masuk ke dalam blok NATO. Sementara Rusia menganggap sebagai ancaman keamanan dan kedaulatan negaranya.
Oleh karena itu, Indonesia harus berjuang melalui diplomasi untuk membujuk Presiden Putin agar mengakhiri invasinya di Ukraina. Selain itu, Indonesia harus bisa membujuk Presiden Joe Biden dan para pemimpin anggota NATO agar menghentikan perluasan NATO di Eropa Timur terutama di negara-negara eks Uni Sovyet, yang dianggap Rusia sebagai ancaman keamanan dan kedaulatan bagi negaranya.
Indonesia dan negara-negara ASEAN sangat diharapkan perannya untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina. Jika dibiarkan, maka yang rugi dan menderita adalah seluruh masyarakat dunia termasuk Indonesia yang akan terkena dampak negatifnya.
Walaupun perang sudah meletus, tetapi diplomasi yang adil dan memberi kebaikan kepada kedua belah pihak dan seluruh masyarakat dunia harus semakin digencarkan.
Ukraine’s President Zelenskyy says "we are alone in defending our country" and that Russia is treating him as “target number one” ⤵️
🔴 LIVE updates: https://t.co/BLd5NA7n4X pic.twitter.com/Ll3k6SNcJa
— Al Jazeera English (@AJEnglish) February 25, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
