Sangat menarik pernyataan Hillary Clinton, tokoh Partai Demokrat Amerika Serikat, mantan calon Presiden US dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang menyamakan perang oleh putin di Ukrania sama dengan operasi militer Uni Sovyet di Afganistan pada 1979.
Dia mengatakan hasil yang sama mungkin dicapai dengan membantu mempersenjatai perlawanan Kiev seperti pejuang Mujahidin yang “diklaim” didukung Amerika Serikat dalam melawan saingan Perang Dinginnya, Uni Soviet, kata mantan kandidat presiden dan mantan menteri luar negeri AS pada Senin (28/2/2022) dalam wawancara MSNBC.
"Remember, the Russians invaded Afghanistan back in 1980," Hillary Clinton says. "It didn't end well for the Russians…but the fact is, that a very motivated, and then funded, and armed insurgency basically drove the Russians out of Afghanistan." pic.twitter.com/iirtXI4vz4
— MSNBC (@MSNBC) March 1, 2022
Hillary Clinton Samakan Ukraina dengan Afghanistan, Saat AS Beri Senjata Mujahidin https://t.co/XUlVOWn2m2
— SINDOnews (@SINDOnews) March 3, 2022
Harapan Amerika Serikat dan NATO
Pernyataan Hillary Clinton tersebut mengulangi sejarah lama keterlibatan Amerika Serikat dan sekutunya dalam membiayai pasukan Mujahidin dalam melawan Uni Sovyet yang melakukan operasi militer di Afganistan tahun 1979, yang akhirnya setelah berperang selama 10 tahun, Uni Sovyet mundur dari Afganistan.
Hal yang sama, Amerika Serikat dan negara-negara anggota NATO, bersekutu untuk melawan Rusia yang melakukan operasi militer terhadap Ukraina dengan membantu dana dan persenjataan terhadap Ukraina dalam perang melawan Rusia. Dengan harapan Rusia kalah dan mundur dari Ukraina seperti Uni Sovyet di masa lalu.
Pertanyaannya, apakah dengan bantuan dana yang besar dan persenjataan modern terhadap Ukraina, negara itu berpeluang menang dalam perang melawan Rusia?
Saya berpendapat, tanpa ingin mendukung salah satu dari dua negara yang tengah berperang, tidaklah mudah Ukraina menang dalam perang melawan Rusia.
Alasannya, Mujahidin Afganistan memiliki semangat jihad yang luar biasa karena mereka melawan Uni Sovyet yang komunis. Jadi ada faktor ideologi yang mendorong mereka berjuang melawan Uni Sovyet.
Di Forum PBB, Afghanistan-Myanmar akan Beri Suara Menentang Serangan Rusia https://t.co/ZxzdZqq0UM
— Media Indonesia (@mediaindonesia) March 2, 2022
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria meyakini perang Rusia dan Ukraina bisa menjadi salah satu penyebab kenaikan harga kebutuhan pokok di Tanah Air. https://t.co/5BoiXJaoVy
— detikcom (@detikcom) March 4, 2022
Amerika Serikat Invasi Iraq dan Libya
Invasi Amerika Serikat di Irak tahun 2003 dengan kode “Operasi Pembebasan Irak, secara resmi ditetapkan oleh Amerika Serikat 19 Maret 2003. Tujuan resmi yang ingin dicapai adalah untuk “melucuti senjata pemusnah massal di Irak.”
Alasan Amerika Serikat dan sekutunya melakukan operasi militer untuk menghabisi senjata massal di Irak, ternyata tidak terbukti ada senjata pemusnah massal di Irak.
Operasi militer Amerika Serikat di Irak berhasil membunuh Saddam Hussein, Presiden Irak yang dituduh mendukung terorisme dan katanya sukses memerdekakan rakyat Irak.
Mengapa Saddam Hussein dan rakyat Irak gagal melawan invasi Amerika Serikat dan sekutunya?. Menurut saya ideologi yang ditanamkan Saddam Hussein yaitu “Baath” yang sekuler dan cenderung ke komunis, sehingga perlawanan tentara dan rakyat Irak lemah karena tidak ada spirit jihad. Selain itu, Amerika Serikat dan sekutunya sangat kuat dan tidak ada negara besar yang menolong Saddam Hussein.
Pasca invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Irak, negara itu tidak semakin damai, sejahtera dan makmur, bahkan yang terjadi sebaliknya rakyat semakin menderita, konflik tidak ada habisnya, ratusan ribu tentara dan rakyat Irak meninggal dunia, begitu pula tentara Amerika Serikat dan sekutu.
Setelah 19 tahun invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Irak, tentara Amerika Serikat masih bercokol di Irak. Apa tujuannya? tidak lain ekonomi untuk mendapatkan kontrol terhadap minyak.
Begitu juga invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Libya yang dimulai 19 Maret 2011 untuk mendukung pemberontakan bersenjata dim Libya dengan menetapkan Zona larangan terbang di wilayah Libya.
Untuk memuluskan invasi tersebut Amerika Serikat dan sekutunya mereka menggunakan tangan PBB sehingga melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 pada 17 Maret 2011 ditetapkan zona larangan terbang, yang membuat Muammar Qaddafi tidak bisa menggunakan angkatan udaranya untuk melawan pemberontak dan Amerika Serikat serta sekutunya.
Tujuan invasi di Libya untuk melindungi warga Libya dari pemerintahannya. Faktanya pasca Muammar Qaddafi, Libya tidak mengalami perbaikan dan kemajuan. Negara itu dilanda perang saudara. Ratusan ribu rakyat dan tentara Libya meninggal dunia.
Sisa jasad 600 tentara yang hilang dalam perang Iran-Irak ditemukan https://t.co/SR1Gl7G3Y7 pic.twitter.com/PiZhTdxPts
— Anadolu Agency Indonesia (@AnadoluAgencyID) February 2, 2022
Libya desak Rusia tarik pasukan dari Ukraina https://t.co/Yk7VciKDpC pic.twitter.com/Ybnj4Sd6nK
— Anadolu Agency Indonesia (@AnadoluAgencyID) February 23, 2022
Mengapa Iran Tidak Di Invasi
Amerika Serikat dan NATO telah melakukan invasi terhadap Irak, Libya dan Afganistan. Pertanyaannya, mengapa Iran sejak melakukan revolusi 1979 dan berdiri Republik Islam Iran, permusuhan Iran terhadap Amerika Serikat sangat keras sampai saat ini?
Menurut saya, Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang didukung negara-negara yang tergabung dalam NATO, tidak melakukan operasi militer atau invasi terhadap Republik Islam Iran karena Iran adalah negara yang kuat secara militer, rakyatnya bersatu dan para pemimpin bersatu.
Walaupun Iran terus-menerus di embargo ekonomi, senjata dan sebagainya oleh Amerika Serikat dan sekutunya, tetapi negara itu tetap survive, bisa bertahan dan bahkan secara militer mampu memproduksi sendiri berbagai persenjataan modern.
Pelajaran dari operasi militer Rusia di Ukraina, Invasi Uni Sovyet di Afganistan, begitu pula invasi Amerika Serikat dan sekutunya di Irak, dan Libya dan mengapa negara adidaya itu tidak melakukan operasi militer atau invasi ke Iran yang menjadi musuh bagi keras Amerika Serikat di Timur Tengah.
Pertama, invasi atau operasi militer dilakukan kepada negara yang lemah. Indonesia harus kuat secara militer seperti Iran karena betapapun Iran dibenci dan dimusuhi, tetapi tidak berani di invasi oleh negara adidaya.
Kedua, invasi negara adidaya karena kepentingan ekonomi seperti yang dialami terhadap Irak dan Libya, sebab dua negara itu memiliki sumber daya minyak yang luar biaya. Bangsa Indonesia harus kuat persatuannya karena Indonesia yang kaya akan sumber daya alam berpotensi di invasi jika pecah belah, lemah – tidak bersatu. Selain itu, Harus pula kuat sumber daya manusianya seperti Iran.
Ketiga, invasi militer karena faktor keamanan. Rusia melakukan invasi terhadap Ukraina karena Rusia merasa terancam keamanannya jika Ukraina bergabung kepada musuhnya yaitu NATO yang di pimpin Amerika Serikat. Begitu pula Amerika Serikat dan sekutunya melakukan invasi ke Afganistan karena alasan keamanan setelah terjadi pemboman WTC di Amerika Serikat 11 September 2001 yang dituduh didalangi oleh Osama Bin Laden yang bersembunyi di Afganistan.
Pelajaran bagi Indonesia, agar terus- menerus memperkuat pertahanan dalam negeri dengan Kemanunggalan TNI, Polisi dengan rakyat. Selain itu, semakin meningkatkan kekuatan militer dan persenjataan modern yang dibuat bangsa Indonesia sendiri.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Pengamat Militer Peringatkan Indonesia Bisa Bernasib Sama Seperti Ukraina: Kita Ini Dikepung https://t.co/07LhFYe1QK
— Pikiran Rakyat (@pikiran_rakyat) March 1, 2022
Kekuatan Militer Indonesia Dibanding 2 Pesaing Terkuat di ASEANhttps://t.co/CO2hB2c0Ah pic.twitter.com/Ps4JYKymLz
— SINDOnews (@SINDOnews) January 19, 2022
Gak Jauh dari Natuna, Ini Markas Bomber Nuklir China di LCS https://t.co/cHC2IeRiE0
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) January 7, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
