Pegiat media sosial dan para pengamat politik sudah ramai membicarakan King Maker yang menentukan siapa calon Presiden RI dan siapa yang harus terpilih menjadi Presiden RI dalam Pemilu 2024.
Ini terjadi karena ambang batas yaitu Presidential Threshold untuk bisa satu partai politik dan koalisi partai politik dapat mencalonkan satu pasang calon Presiden RI dan calon Wakil Presiden RI harus mencapai 20% perolehan kursi di DPR RI atau 20% hasil perolehan suara satu partai politik atau koalisi partai politik pada pemilu 2019.
Ketentuan tersebut telah melakukan sabotase terhadap demokrasi, sebab sejatinya dalam negara demokrasi yang berdaulat atau berkuasa adalah rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Akan tetapi, faktanya yang berdaulat adalah para pemimpin partai politik yang dikendalikan Presiden dan pemilik modal.
Presiden melantik para ketua umum partai politik menjadi Menteri. Dampaknya Presiden bisa mengendalikan partai-partai politik dan para anggota DPR RI melalui ketua umum partai politik yang menjadi Menteri.
Selain itu, para pemilik modal yang berjasa membiayai pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, juga berperan dalam mengendalikan jalannya pemerintahan.
Dampak dari permainan para elit dalam proses pencalonan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden, pelaksanaan pemilihan umum, hasil pelaksanaan Pemilu, penghitungan suara dan pelaksanaan pemerintahan, dapat dikatakan bahwa kedaulatan rakyat hanya dalam kata dan tulisan.
Fakta menunjukkan bahwa semua proses Pemilu, kecuali saat penyoblosan bisa dikatakan rakyat berdaulat, selain itu semuanya diatur oleh para elit.
PKS Ajak Parpol Lain Ajukan Judicial Review Aturan Presidential Threshold https://t.co/p0gmThmg1y #TempoNasional
— TEMPO.CO (@tempodotco) May 29, 2022
Ratusan orang menggugat UU IKN ke MK agar dibatalkan. Namun belum selesai diadili, MK malah menggelar sayembara pembuatan Gedung MK di Nusantara… https://t.co/PkD8wC79vk
— detikcom (@detikcom) April 27, 2022
Peran Lembaga Survei
Pasca tumbangnya rezim Orde Baru, lahir lembaga survei untuk memotret keinginan publik.
Akan tetapi, dalam memotret aspirasi publik misalnya tentang calon Presiden dan calon Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), di duga lembaga survei menjadi alat pemilik modal.
Penyebabnya tidak lain karena lembaga survei sudah menjadi industri yang mencari keuntungan, sehingga untuk mendapatkan dana untuk melakukan survei, sulit mengelak keinginan pemberi dana. Misalnya untuk melanggengkan penguasaan ekonomi, pemilik modal harus mendukung seorang calon Presiden atau Kepala Daerah yang bisa diatur.
Instrumen untuk mendukung calon Presiden atau calon Kepala Daerah yang bisa diatur antara lain adalah lembaga survei. Berbagai Lembaga survei dibiayai untuk mendukung keinginan pemilik modal dengan hasil survei yang menunjukkan elektabilitas tertinggi.
Lembaga survei semacam itu, bisa menjadi predator demokrasi, karena menjadi alat pemilik modal dengan mengabaikan kejujuran, kebenaran dan keadilan.
Lembaga survei di era demokrasi dirasakan telah berperan sebagai membentuk opini yang mengarahkan pimpinan partai politik agar tokoh yang dihasilkan dari hasil survei dipilih menjadi calon Presiden atau calon Kepala Daerah karena elektabilitasnya tertinggi dari berbagai calon yang di survei. Selain itu, untuk mengarahkan masyarakat luas agar memilih tokoh yang di survei dalam pemilihan Presiden atau pemilihan Kepala Daerah karena memiliki elektabilitas tertinggi dan pasti terpilih menjadi Presiden atau Kepala Daerah.
Oleh karena berbagai lembaga survei yang didanai oleh pemilik modal, yang hasil surveinya cenderung sama, kalaupun ada perbedaannya beda-beda tipis, sebaiknya diabaikan.
Survei CSIS: 51,8 Persen Ahli Tidak Puas dengan Kinerja Anies-Riza https://t.co/wwKBNumS8q
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) June 6, 2022
"Alhamdulillah Allah telah izinkan kita di tempat dan momen yang bersejarah ini," kata Anies Baswedan. https://t.co/7an03NmhT0
— detikcom (@detikcom) May 2, 2022
Partai Politik Harus Kuat dan Solid
Hasil survei berdasarkan pesanan, sudah lumrah direspon para buzzerp dan relawan dengan menjadikan sebagai dalih untuk menekan pimpinan partai politik agar mencalonkan calon Presiden atau calon Kepala Daerah yang diunggulkan lembaga survei.
Hasil survei Litbang Kompas menunjukkan 36,3% responden menilai buzzer memperuncing polarisasi. Sebesar 87,8% responden setuju buzzer provokatif ditindak tegas. https://t.co/DsAlEpCb9f
— detikcom (@detikcom) June 6, 2022
Pasca reformasi keberadaan lembaga-lembaga survei dalam berbagai kontestasi politik seperti Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Kepala Daerah, seolah menjadi rujukan dalam menentukan arah politik.
Namun, di tengah derasnya arus keterbukaan informasi di era revolusi 4.0, keberadaan lembaga survei harus semakin hati-hati dan kembali memegang kejujuran dan kebenaran karena masyarakat bisa melakukan survei atau polling di media sosial untuk melawan hasil survei yang dilakukan lembaga survei.
Menurut saya, tekanan para buzzerp dan relawan yang biasa dilancarkan untuk menekan pimpinan partai politik agar seorang tokoh yang diunggulkan dicalonkan menjadi calon Presiden atau calon Kepala Daerah harus diabaikan saja.
Calon Presiden atau calon Kepala Daerah yang dipilih partai politik haruslah yang terbaik dari 275 juta jiwa penduduk Indonesia. Ia harus memiliki rekam jejak yang hebat.
Misalnya seorang Gubernur yang mau dicalonkan menjadi calon Presiden RI harus sukses memimpin daerahnya. Indikator sukses memimpin daerahnya antara lain, mampu mengurangi kemiskinan secara masif, sukses membangun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sukses membangun sumber daya manusia, sukses membangun sarana prasarana dan mampu mengatasi permasalahan masyarakat melalui dialog yang menyelesaikan masalah.
Kalau memilih calon Presiden hanya berdasarkan pencitraan dan hasil survei lembaga survei yang didukung pemodal, buzzerp dan relawan, maka yang bakal korban adalah bangsa dan negara. Kalau provinsi yang dipimpinnya saja gagal dibangun, apalagi membangun Indonesia yang penduduknya 275 juta jiwa, pastilah terjadi kegagalan dalam membangun Indonesia jika terpilih menjadi Presiden RI.
Harga bumbu dapur dan sayur-mayur di pasaran terpantau terus mengalami kenaikan. https://t.co/XEGBYrmjmf
— detikcom (@detikcom) June 12, 2022
Anies memberi keringanan pokok pajak, penghapusan sanksi administrasi, angsuran pokok pajak dan penghapusan sanksi administrasi untuk wajib pajak. https://t.co/ZpuwYiFiVv
— detikcom (@detikcom) June 12, 2022
Di balik sukses #JakartaEPrix, ada ribuan tangan terlibat mewujudkannya. Mereka tak hanya menggelar balapan, tapi menggelar rasa percaya diri bangsa.
Karena mimpi adalah kunci, dan mereka semua telah berlari tanpa lelah untuk meraihnya. Salam hormat dari kami semua. pic.twitter.com/1fizzVy1Qk
— Anies Rasyid Baswedan (@aniesbaswedan) June 5, 2022
Memperingati Hari HAM Internasional bersama warga penataan kampung, perwakilan penarik becak serta perwakilan PKL, serta anggota Leaders and Organizers of Community Organizations in Asia (LOCOA) dari berbagai negara Asia di Lapangan Krapu, Jakarta Utara.https://t.co/EZbVf5A7vf pic.twitter.com/ZYVR4slARU
— Anies Rasyid Baswedan (@aniesbaswedan) December 16, 2019

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
