Para pemimpin di berbagai negara lengser dari kekuasaan disebabkan banyak faktor, tetapi faktor utama adalah ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan dampak negatif dari Konflik Rusia VS Ukraina.
Para pemimpin pemerintahan dipaksa mengundurkan diri seperti Imran Khan, Perdana Menteri Pakistan, Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Langka, Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris, dan Mario Draghi, Perdana Menteri Italia mengundurkan diri dari jabatannya pada Kamis (14/7/2022), namun ditolak oleh Presiden Italia Sergio Mattarella.
Dihari-hari mendatang, kita prediksi akan bertambah banyak pemimpin pemerintahan di berbagai negara yang dipaksa mengundurkan diri. Faktor utama, persoalan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan Kelangkaan pangan serta energi disebabkan oleh Konflik Rusia VS Ukraina.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, ketika membuka pertemuan para menteri keuangan dan gubernur Bank Sentral negara-negara G-20 mengungkapkan bahwa 60 persen dari negara berpenghasilan rendah terancam mati. Hal ini dikarenakan pandemi covid-19 yang membuat negara-negara di dunia mengalami kenaikan utang, ditambah lagi dengan Konflik Rusia VS Ukraina yang menyebabkan krisis beruntun.
Krisis beruntun ini menyebabkan tekanan besar pada negara kecil, negara yang keuangannya terbatas sedangkan harga minyak dan pangan semakin melonjak.
“Sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah sudah atau hampir mati,” ungkap Sri Mulyani dalam pembukaan Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting di Bali (CNN Indonesia, 16 Jul 2022).
Sri Mulyani Sebut 60 Persen Negara Berpenghasilan Rendah Terancam Mati https://t.co/moRBdzZ8pj
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 16, 2022
Menurutnya, kondisi buruk ini tidak hanya mengancam negara miskin, tetapi juga negara berkembang, meski kondisinya lebih baik.
Sri Mulyani: 60 Persen Negara Berpenghasilan Rendah Sudah Hampir Mati. Negara berkembang dikatakan memiliki potensi besar tak bisa membayar utang dalam satu tahun ke depan. Namun, Sri Mulyani tak menjabarkan lebih lanjut mana saja negara yang benar-benar sakit dan tak bisa membayar utang.
“Negara-negara berkembang mungkin tidak dapat memenuhi pembayaran utang selama satu tahun ke depan,” tutur Sri Mulyani. Lanjutnya, kondisi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Cobaan terus datang sejak 2020 lalu yang membuat banyak negara, bahkan negara maju pun bisa masuk ke jurang resesi.
“Jadi ancaman Konflik Rusia VS Ukraina, krisis komoditas, dan peningkatan inflasi global juga dapat meningkat dan menciptakan limpahan utang yang nyata, tidak hanya untuk negara berpenghasilan rendah, tapi juga negara berpenghasilan menengah, atau bahkan ekonomi maju,” katanya.
Sri Mulyani bilang, G20 berupaya agar persoalan utang tidak semakin merambat ke banyak negara yang bisa memperparah gejolak ekonomi global. https://t.co/tBOj22uU5d
— Kompas.com (@kompascom) July 17, 2022
I’d like to thank Indonesia and Finance Minister Sri Mulyani for hosting these meetings in difficult circumstances and for leading critical work to better prepare the world for future pandemics. pic.twitter.com/YJJ7PEpIDj
— Secretary Janet Yellen (@SecYellen) July 17, 2022
Sri Mulyani dan Yellen sepakat menekankan bahwa konsekuensi isu geopolitik yang masih terjadi menjadi penyebab krisis pangan dan energi. https://t.co/ne6VHOJzmK
— detikcom (@detikcom) July 17, 2022
Amerika Serikat Alami Masalah
Bukan saja negara-negara kecil dan negara-negara berkembang yang alami masalah kenaikan harga energi dan pangan, tetapi negara adidaya Amerika Serikat mengalami masalah serupa akibat kenaikan harga energi dan pangan.
CNN Indonesia memberitakan, ribuan warga negara Amerika Serikat (AS) berbondong-bondong mengantri untuk mendapatkan bantuan makanan setiap harinya dari bank pangan (Sabtu, 16/7/2022) Antrian terjadi di seluruh kantor bank pangan yang ada di berbagai penjuru Negeri Paman Sam tersebut. Adapun kotak bantuan makanan dari pemerintah ini berisi kacang kaleng, selai kacang, dan nasi.
Juru bicara Food Bank St. Mary Jerry Brown mengatakan jumlah warga yang antre untuk mendapatkan pasokan makanan meningkat tajam hingga 78 persen dibandingkan tahun lalu.
Tomasina John had never been to a food bank before. But rising prices due to inflation brought the mother of four to St. Mary’s Food Bank in Phoenix, along with hundreds of other families.
“It’s really impossible to get by now without some help.” https://t.co/CHPFlzr7xP
— The Associated Press (@AP) July 17, 2022
Inflasi di Amerika Serikat Naik Jadi 9,1 Persen https://t.co/NWqKx5FrWg #TempoDunia
— tempo.co (@tempodotco) July 16, 2022
Inflasi Meroket, Ribuan Keluarga AS Antre Bantuan Makanan Tiap Hari https://t.co/oKUfbh8xIc
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) July 15, 2022
Apa Penyebabnya?
Antrian makanan yang terjadi di AS ternyata disebabkan oleh inflasi yang meroket tajam. Pada Juni 2022, inflasi AS tembus 9,1 persen, level tertinggi sejak 41 tahun terakhir.
Inflasi tinggi ini disebabkan oleh berbagai harga yang mengalami lonjakan, baik pangan maupun non-pangan.
“Oleh karenanya, banyak warga AS yang sebelumnya tidak pernah antri untuk mendapatkan bantuan makanan, sekarang harus ikut dalam barisan,” kata Brown, Sabtu (16/7).
Tomasina John adalah satu dari ribuan warga yang ikut antre bantuan makanan untuk pertama kalinya.
John mengatakan sebelumnya kebutuhan keluarganya yang memiliki empat anak sangat tercukupi, karena suaminya memiliki penghasilan sebagai pekerja konstruksi. Namun, sekarang penghasilan sang suami tak lagi cukup karena lonjakan harga-harga yang tajam di AS.
“Sekarang tidak mungkin bisa cukup tanpa bantuan. Harganya terlalu tinggi,” ujarnya seperti dikutip Associated Press.
Warga lainnya yakni Diane Martinez, bahkan rela berjalan kaki untuk ikut antri bantuan makanan. “Harga makanan sangat tinggi dan terus naik setiap hari,” kata dia.
Lonjakan inflasi yang terjadi di AS bermula dari Konflik Rusia VS Ukraina. Ketegangan antar kedua negara ini memberikan dampak buruk bagi dunia. Kondisi geopolitik ini menyebabkan krisis beruntun mulai dari energi, kemudian berlanjut ke krisis pangan dan juga krisis keuangan.
Kalau Amerika Serikat saja sebagai negara super power bisa mengalami masalah seperti dikemukakan diatas, apatah lagi negara-negara kecil dan negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kita berharap Indonesia tidak mengalami nasib seperti yang dialami Amerika Serikat karena kemampuan Indonesia untuk memberi makan kepada warganya masih terbatas.
Kita berharap pemerintah dan anggota legislatif di semua tingkatan, dunia usaha dan masyarakat luas berkolaborasi mencegah tidak terjadi kelangkaan pangan yang menyebabkan antrian pangan di negara kita. Oleh karena itu, sebelum hujan turun, mesti sedia payung dengan mendorong swasembada pangan. Dengan demikian, kalau terjadi kelangkaan pangan di dunia, rakyat Indonesia masih bisa makan, sehingga tidak kelaparan. Resikonya kalau lapar, rakyat bisa marah dan turun ke jalan. Semoga itu tidak terjadi.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
