Sahabat isteri saya yang bermukim di Inggris bercerita, berat sekali keadaan yang di alami masyarakat Inggris akibat krisis. Dia mengatakan banyak usaha kecil menengah gulung tikar. Sebagai contoh Barbershop ditutup. Terpaksa karyawannya yang di Putus Hubungan Kerja (PHK) keliling dari rumah ke rumah menjajakan jasa untuk mencukur rambut warga demi mendapatkan pemasukan (income).
Sahabat isteri saya juga bercerita, anak sekolah kelaparan terpaksa makan karet untuk menahan lapar. CNN Indonesia, Jumat, 21 Okt 2022 09:38 WIB memberitakan seperti cerita sahabat isteri di Inggris.
Krisis Inggris: PSK Bertambah, Anak Makan Karet, dan Liz Truss Mundur https://t.co/KLSBkC0ReT
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 21, 2022
Inggris masih terus dihantui krisis. Parahnya lagi, kondisi ini membuat jutaan warganya rela tidak makan karena harga pangan yang meroket tajam. https://t.co/MjEjfWzvpJ
— DetikFinance (@detikfinance) October 22, 2022
Media memberitakan dampak krisis ini pada warga Inggris sangat berat.
Jutaan warga Inggris rela mengurangi makan akibat krisis biaya hidup saat ini.
Berdasarkan organisasi Which? seperti dikutip dari AFP, setengah rumah tangga Inggris mengurangi jumlah makan mereka.
Jutaan orang rela tak makan atau kesulitan memakan makanan sehat,” kata kepala kebijakan pangan di Which? Sue Davies.
The Guardian juga melaporkan banyak warga Inggris memilih tak makan demi bisa membayar biaya energi.
Menurut laporan diperkirakan 20 persen orang dewasa Inggris atau 10,9 juta orang menunggak tagihan listrik. Angka ini naik sekitar 45 persen sejak perhitungan terakhir di Maret lalu.
Liz Truss menyatakan mengundurkan diri dari Perdana Menteri Inggris usai 45 hari menjabat. Pemimpin dunia pun bereaksi atas keputusan Truss mundur. https://t.co/HJxgpihAYC
— detikcom (@detikcom) October 21, 2022
Hanya 44 Hari Sebagai PM Inggris, Liz Truss Berhak Atas Tunjangan Rp2 Miliar Per Tahun https://t.co/ge8e5dhtOe #TempoDunia
— tempo.co (@tempodotco) October 21, 2022
Pengunduran diri PM Inggris dengan masa jabatan tersingkat, Liz Truss, menunjukkan betapa parahnya krisis politik yang melanda negara itu dalam beberapa tahun terakhir. #kumparanNEWS https://t.co/tAvS2vh9xY
— kumparan (@kumparan) October 22, 2022
Peluang Sunak, Penny dan Boris
Dampak krisis ekonomi yang dialami Inggris telah mengakibatkan Perdana menteri Inggris, Liz Truss, mengumumkan pengunduran dirinya pada Kamis (20/10). Langkah itu diambil merespons masalah ekonomi Inggris yang semakin kacau.
“Saya mengaku melihat situasi saat ini, saya tidak bisa melakukan mandat yang diberikan Partai Konservatif kepada saya. Maka dari itu saya telah berbicara dengan Yang Mulia Raja [Charles] untuk memberitahu saya berhenti dari pemimpin Partai Konservatif,” ujar Truss, dikutip dari AFP.
Liz Truss baru memegang jabatan sebagai Perdana Menteri Inggris selama 45 hari. Dia terpaksa mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Inggris karena kekacauan ekonomi yang tidak sanggup diatasi.
Mundurnya Liz Truss sebagai Perdana Menteri Inggris membuka peluang bagi Rishi Sunak, Menteri Keuangan Inggris saat pandemi Covid-19 melanda Eropa yang juga merupakan mantan analis di Goldman Sachs. Begitu pula Mantan Menteri Pertahanan Penny Mordaunt maju untuk pemilihan Perdana Menteri Inggris. Begitu pula Boris Johnson, mantan Perdana Menteri Inggris ingin mencalonkan diri untuk menjadi Perdana Menteri Inggris.
Rishi Sunak Ungguli Boris Johnson Sebagai Calon PM Inggris https://t.co/6LhXpOkXNb
— CNBC Indonesia (@cnbcindonesia) October 22, 2022
Boris Johnson Sudahi Liburan di Karibia Demi Pencalonan PM Inggris https://t.co/c7FPwIMVgW
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 22, 2022
Krisis Kepemimpinan dan Mengapa Ekonomi Inggris Kacau?
Menurut saya yang awam terhadap ekonomi, setidaknya tiga penyebab kacaunya ekonomi Inggris.
Pertama, pandemi Covid-19. Inggris yang dilanda Covid-19 belum sembuh betul setelah dilanda pandemi Covid-19. Belum terjadi recovery, sudah terjadi perang Rusia dengan Ukraina.
Kedua, dampak negatif perang Rusia dengan Ukraina. Perang kedua negara tersebut memperparah kondisi ekonomi Inggris. Inggris, turut mendukung Ukraina dan ikut boikot Rusia. Rusia balik boikot Inggris dan sekutunya dengan tidak menyuplai energi dan pangan.
Ketiga, krisis energi dan pangan. Inggris, termasuk yang sangat menderita. Inggris ikut mendukung dana, senjata dan sebagainya ke Ukraina. Selain itu, Inggris ikut memberlakukan embargo kepada Rusia, dengan harapan Rusia hancur ekonominya sehingga kalah dalam perang melawan Ukraina.
Akan tetapi, Rusia sejauh ini masih kokoh. Energi dan pangan stop kirim ke Inggris, energi yang diproduksi Rusia di ekspor ke China, India dan berbagai negara yang dianggap sahabat Rusia dengan potongan harga yang besar.
Dampak negatif dari embargo Inggris dan sekutunya kepada Rusia, bagaikan kata pepatah “Menepuk air didulang terpercik di muka sendiri.”
Dampak dari itu, kondisi rakyat Inggris sangat memprihatikan. Gegara pemerintahnya mendukung Ukraina, rakyat Inggris menderita akibat melambungnya harga energi dan pangan. Inilah salah satu penyebab krisis kepemimpinan di Inggris.
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah Inggris? Menurut saya, bukan mendukung pemerintah Ukraina, tetapi menghentikan perang antara Rusia dengan Ukraina. Dalam rangka itu, sudah saatnya Inggris dan negara-negara yang tergabung dalam NATO menyetop bantuan ke Ukraina dan memaksa Rusia berhenti berperang.
10 Masalah Ekonomi yang Bikin PM Inggris Liz Truss Mundur https://t.co/JjsHhL01FO
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) October 21, 2022
Krisis ekonomi berkepanjangan kini merembet ke sektor energi. Inggris pun terancam gelap gulita! https://t.co/UT93JwAUMs
— detikcom (@detikcom) October 21, 2022
Cegah Terjadi di Indonesia
Krisis yang dialami Inggris berpotensi melanda Indonesia. Pertanyaannya, apa yang sebaiknya dilakukan? Menurut saya yang tidak mendalami ekonomi, sebaiknya harus dilakukan 3 hal.
Pertama, hemat anggaran dalam segala bidang. Ini penting agar Indonesia tidak terus seperti kata pepatah “besar pasak dari pada tiang.”
Kedua, hentikan spending yang bersifat mercusuar, tidak mendesak, yang bakalan mangkrak tidak produktif. Ini saran Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan RI.
Ketiga, sebaiknya kita belajar dari Turki. Tingkat inflasi sangat tinggi tetapi suku bunga tidak dinaikkan, malah diturunkan. Dampaknya usaha mikro, kecil dan menengah tidak gulung tikar, tetap beroperasi dan berproduksi. Dampak lanjutannya, rakyat tetap memiliki bisnis dan karenanya mempunyai daya beli (purchasing power), karena tidak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti yang terjadi di Inggris.
Semoga krisis yang terjadi di Inggris tidak terjadi di Indonesia karena akan sangat menyengsarakan rakyat menengah ke bawah.
Liz Truss mundur sebagai PM Inggris, namun kebijakan ekonomi yang ia buat justru mengancam ekonomi Inggris masuk ke jurang resesi. https://t.co/JtrtM6JMXj
— kumparan (@kumparan) October 21, 2022
Jurang Resesi Bikin Eropa Menjerit, Inggris-Prancis 'Kiamat' https://t.co/yWKO5hmRmg pic.twitter.com/syx5lZ6Obq
— VivaCoid (@VIVAcoid) October 21, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
