Kritikan dalam negara demokrasi merupakan keniscayaan, karena dengan adanya kritikan, kita bisa mengetahui pendapat atau kebijakan yang dikeluarkan dapat disempurnakan atau diperbaiki.
Kritikan menurut saya tidak lain adalah nasihat kepada pihak lain termasuk dengan pemimpin pemerintahan.
Kritikan atau nasihat, amat diperlukan karena sejatinya ktitik adalah “public education”. Setiap pendapat atau kebijakan belum tentu sempurna. Melalui kritikan atau nasihat, pendapat atau kebijakan yang dikeluarkan, dapat disempurnakan.
Dengan kritikan atau nasihat, mereka yang dikritik atau di nasihati bisa mawas diri, sadar diri, terbuka untuk memperbaiki segala kelemahan dan kekurangannya.
Hal ini sangat dekat dengan Pancasila sila ke-4 yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Bahwa kita harus mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Juga meliputi semangat kekeluargaan untuk mencapai mufakat dalam musyawarah. Tanpa kritik tidak akan ada musyawarah, apalagi mencapai mufakat dalam musyawarah. Dengan adanya mufakat, tercapailah sila ke-5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bacapres NasDem, Anies Baswedan, bicara kerap mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Dia lalu menyinggung terkait pemerintah terkadang justru mematikan kritik. https://t.co/cURk7GNMMQ
— detikcom (@detikcom) December 17, 2022
Anies Tegur Akun NUgarislucu soal Video 'Pelanggaran' Batikhttps://t.co/pdDprF9CkO
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) December 16, 2022
Memasung Kritikan
Tidak semua mau menerima kritikan atau nasihat. Mereka yang mau menerima kritikan ataupun nasihat, pasti selalu berusaha memperbaiki diri. Kalau yang dikritik atau di nasihati mau mendengarnya, maka dipastikan sukses dalam memimpin.
Sebaliknya, mereka yang enggan dan bahkan anti kritik, pasti akan mencari berbagai macam cara untuk menyetop kritikan atau nasihat.
Adapun mereka yang anti kritik atau anti nasihat, maka akan melakukan berbagai cara untuk menutup adanya kritik atau nasihat.
Pertama, pimpinan partai politik yang mempunyai perwakilan di lembaga legislatif (DPR) dilantik menjadi menteri. Dengan demikian, sang menteri akan mengontrol anggota legislatif dari partainya, sehingga mereka hanya punya dua pilihan yaitu diam atau mendukung semua kebijakan yang memerintah.
Kedua, Tidak suka adanya partai oposisi. Kalau bisa semua partai politik yang mempunyai perwakilan di parlemen menjadi menyokong penguasa. Dampaknya, parlemen (DPR) menjadi tidak efektif karena yang mengeritik minim jumlahnya dan nampak lemah.
Ketiga, para buzzer patut diduga dipelihara untuk menyerang siapapun yang memberi kritikan atau nasihat kepada penguasa.
Keempat, memasung dunia perguruan tinggi. Fenomena yang kita saksikan saat ini, menggambarkan bahwa para akademisi diberbagai perguruan tinggi lebih memilih diam agar aman, daripada menyampaikan kritikan atau nasihat.
Kelima, mahasiswa sebagai agent of change, sudah dipecah belah sehingga tidak punya daya dobrak untuk menyampaikan kritikan.
Keenam, diduga lembaga survei dibayar untuk mempromosikan bahwa mayoritas rakyat puas atas kepemimpinan yang dijalankan. Dampaknya, memberi pengaruh positif terhadap persepsi masyarakat terhadap yang berkuasa. Pada hal berbagai kebijakan yang dikeluarkan, lebih banyak merugikan rakyat pada umumnya daripada memberi manfaat.
Anies Singgung Pejabat Pemerintahan yang Panik Kalau Dikritik https://t.co/encevlX73h
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) December 17, 2022
Anies Baswedan bicara terkait banyak yang mengkritik dirinya. Anies lalu menyinggung pemerintah saat ini yang terkadang dinilai kerap mematikan kritik. https://t.co/kuaONTHdS3
— detikcom (@detikcom) December 17, 2022
Anies Baswedan melontarkan pernyataan soal pemerintahan yang kerap mematikan kritik. Pernyataan Anies ini mendapat bantahan keras dari pihak pro Jokowi https://t.co/hCPNtAplne
— detikcom (@detikcom) December 18, 2022
Keluhan Anies
Anies Baswedan, menyampaikan keluhan yang merasakan pemerintah terkadang ‘matikan’ kritik. Anies Baswedan berbicara terkait dirinya yang kerap mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Dia lalu menyinggung terkait pemerintah saat ini yang terkadang justru mematikan kritik tersebut.
Terkait kritik, Anies sampaikan dalam podcast bersama Imam Priyono dan Hendri Satrio seperti disiarkan di YouTube R66 Newlitics. Anies menjelaskan terkait dirinya yang kerap mendapatkan reaksi penolakan dari pihak lain ketika melakukan sesuatu.
“Normal (orang lain menolak), apa sih yang disebut kecewa? Kecewa itu kalau tidak sesuai harapan, kalau dia sesuai harapan ya nggak usah kecewa, kita yang sudah belajar ilmu, kemudian ke sekolah, pendidikan, baca, baca sejarah, tidak ada dalam sejarah yang dalam gelanggang politik 100 persen sependapat. Kan nggak ada, coba kasih contoh 100 persen sependapat,” kata Anies Baswedan saat ditanya soal penolakan terhadap dirinya seperti dilihat detikcom, Sabtu (17/12). detikcom telah diizinkan mengutip konten podcast tersebut oleh Hendri Satrio.
Anies menjelaskan, dalam berpolitik, pasti ada pihak yang tidak sependapat. Dia mengaku tidak panik ketika hal itu terjadi.
“Pasti ada yang tidak sependapat, pasti ada yang tidak sependapat sekali, itu perjalanan sejarah ratusan tahun, terus kita ketika lihat ada yang tidak sependapat terus ‘waduh, waduh, panik’, nggak, dari dulu begini kok. Itu adalah kebebasan untuk berpendapat, dihormati, kasih tempat, tidak usah dieliminasi, itu bagian dari normal. Dan adanya perbedaan itu membuat kita harus berikan penjelasan lebih, argumen lebih, memberi manfaat ke siapa? Ke publik,” ucapnya.
Anies menyinggung pemerintah saat ini yang cenderung mematikan kritik tersebut. Dia mengaku heran lantaran kritik itu sesungguhnya edukasi publik, selama bukan hoax dan ujaran kebencian.
“Nah, kita kadang-kadang kalau di pemerintahan matiin tuh kritiknya tuh, tolong dong ditelepon jangan kritik lagi nih. Sebentar, itu sesungguhnya public education, ada selamanya, selama faktual, selama tidak menyebarkan kebohongan dan kebencian, gitu kira-kira, itu normal. Jadi misal ada sebagian yang merasa tidak setuju, nggak apa, toh ada yang setuju juga,” jelas Anies.
Ajak Anies Keliling Indonesia, Nasdem Ingin Publik Tidak Beli Kucing dalam Karung https://t.co/r9cvqGfHEH
— KOMPAS TV (@KompasTV) December 17, 2022
Bawaslu Sebut Anies Curi Start Kampanye, PKS: Beliau Warga Biasa yang Didukung Masyarakat https://t.co/NxjraqGmSo #TempoNasional
— tempo.co (@tempodotco) December 17, 2022
Anies soal Curi Start Kampanye: Saya Keliling Dengar Suara Rakyat https://t.co/WZhYBXWv5f
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) December 17, 2022

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
