Sejak Erwin Aksa, wakil ketua umum DPP Golkar mengemukakan dalam Podcast dengan Faisal Akbar bahwa Anies Baswedan mempunyai hutang ke Sandiaga Salahuddin Uno sebesar Rp 50 milyar untuk biaya kampanye Anies-Sandi di pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, berita ini sangat ramai diulas oleh berbagai kalangan.
Sudirman Said sebagai orang dekat Anies yang mengetahui adanya perjanjian hutang-piutang menjelaskan bahwa dengan menangnya Anies Sandi dalam Pilgub DKI, maka dianggap hutang itu sudah lunas.
Media sempat menanyakan ke Sandi, jawabannya sudah salat istikharah dan merundingkan dengan keluarga “telah diikhlaskan,” tidak mau memperpanjang masalah tersebut.
Walaupun begitu, beritanya tetap ramai karena digoreng untuk downgrade citra Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden RI dari Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS.
Erwin Aksa, pendukung duet Anies-Sandi di Pilkada DKI lalu, menceritakan uang tersebut dibutuhkan agar roda logistik lancar dalam memenangkan Pilgub DKI 2017. https://t.co/6pVPTUFkDw
— detikcom (@detikcom) February 5, 2023
Daftar 7 Pernyataan Anies Soal Utang Rp92 Miliar ke Sandi https://t.co/g7k9Xc5JaG
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 10, 2023
Isi Surat Pernyataan: Anies Utang Rp92 Miliar ke Sandi saat Pilgub DKI https://t.co/LCzB9aXiap
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 11, 2023
Anies Bantah Utang Rp50 Miliar ke Sandi saat Pilkada DKI 2017 https://t.co/RpISPNI3Fn
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 11, 2023
Anies Respon Utang Rp 50 Milyar
Anies Baswedan akhirnya turun gunung menjelaskan masalah yang disebut Erwin Aksa sebagai hutang Anies sebesar Rp 50 milyar kepada Sandi dan mungkin belum dibayar. Dana itu jelas untuk biaya kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Mantan menteri pendidikan dan Kebudayaan RI itu membeberkan isi perjanjian bahwa ada pihak ketiga yang memberi dukungan dana Rp 50 miliar, yang dicatat dalam perjanjian tertulis dengan jaminan Sandi yang ditandatangani Anies. “kalau menang,” maka dianggap sudah lunas, jika kalah maka dana itu harus dikembalikan.
Menurut Anies, pada masa kampanye itu banyak sekali sumbangan yang sumbernya ada yang diketahui maupun tidak diketahui.
Kata Anies lebih lanjut “Kemudian ada pinjaman sebenarnya bukan pinjaman, dukungan. Yang pemberi dukungan meminta dicatat sebagai hutang. Jadi dukungan yang diminta dicatat sebagai hutang,” ujar dia dikutip dari Youtube Merry Riana. .
Dalam perjanjian itu, Anies mengatakan, bila dirinya dan Sandiaga Uno menang di Pilgub DKI 2017 maka pemberian uang itu dicatat sebagai dukungan.
Bila Anies-Sandi tidak berhasil dalam Pilgub DKI 2017, kata Anies, maka uang itu menjadi hutang yang harus dikembalikan.
“Jadi itu kan dukungan. Nah siapa penjamin? Yang menjamin Pak Sandi. Jadi uangnya bukan dari Pak Sandi. Ada pihak ketiga yang mendukung,” tuturnya.
Hikmah Membuka Hutang Rp50 Milyar
Kita tidak mau berprasangka buruk (suuzzhan), apa motif hutang tersebut di buka di publik?
Sebagai sosiolog, tidak ingin mencari motif politik hutang Rp 50 milyar di buka di publik, hanya ingin mencari hikmah dan pelajaran dibalik itu.
Pertama, publik akhirnya mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya bahwa kemenangan Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 tidak dibiayai oleh konglomerat, tetapi berkat dukungan dan partisipasi otonom warga DKI Jakarta.
Kedua, berkat dukungan masif warga DKI Jakarta, akhirnya kekuatan istana dan para pemilik modal yang mendukung penuh Basuki T. Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, bisa dikalahkan.
Ketiga, Anies tidak tersandera selama memimpin DKI Jakarta karena uang sebesar Rp 50 milyar yang disebut sebagai hutang, diberikan oleh pihak ketiga, dengan perjanjian tertulis kalau Anies-Sandi kalah harus dikembalikan secara bertahap, kalau menang sebagai dukungan. Artinya tidak perlu dikembalikan dana tersebut dengan kemenangan Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Keempat, dana sebesar Rp 50 milyar tidak berasal dari kantong Sandi, tetapi dari pihak ketiga dengan jaminan Sandi, yang ditandatangani Anies Baswedan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
Kelima, pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 mengandung hikmah dan pelajaran yang amat penting dan berharga bahwa kemenangan dapat di raih jika ada kebersamaan, tolong-menolong, persatuan dan kesatuan.
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2027 bisa diambil hikmah dan pelajaran untuk memenangkan Anies Baswedan dan pasangannya dalam pemilihan presiden 2024.

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
