Presidential threshold 20 persen yang dibuat DPR bersama Pemerintah tanpa disadari telah membuat kerangkeng ketua umum dan para kader partai politik untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden serta calon kepala daerah.
Pada hal menyongsong pemilu serentak 2024, para pimpinan partai politik dan para kader potensial, banyak yang berminat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden serta calon kepala daerah.
Akan tetapi para ketua umum dan kader partai politik sulit menjadi calon presiden dan calon wakil presiden serta calon kepala daerah. Inilah efek fatamorgana presidential threshold, walaupun sudah menjadi ketua parpol, tetapi tidak akan bisa mencalonkan diri menjadi presiden.
Fatamorgana adalah sebuah fenomena bayangan udara di mana ilusi optik yang biasanya terjadi di tanah lapang yang luas seperti padang pasir atau padang es. Ketua parpol menjadi calon presiden merupakan ilusi saja karena tidak akan pernah bisa terjadi karena Presidential Threshold.
Surya Paloh, ketum partai NasDem luar biasa. Dia berani deklarasikan Anies Baswedan Capres 2024. Kini partai Demokrat & PKS scr resmi sdh dukung Anies Capres 2024. Manuver SP dianggap ganggu upaya hattrick PDIP menang 2024. Klik YouTube tonton & Subscribe https://t.co/EXwJy1WC1w
— Musni Umar (@musniumar) February 2, 2023
GP Mania batal dukung Ganjar dan membubarkan diri. Ketum JoMan, Noel, mengaku masih pertimbangkan dukung Prabowo hingga Anies di Pilpres 2024. https://t.co/EBbfDC54Pd
— detikcom (@detikcom) February 9, 2023
Sandiaga Setop Bahas Utang Anies: Ini Berpotensi Memecah Belah Kita https://t.co/opK6aH6hIH
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 12, 2023
Tidak Akan Ada Calon Presiden Dari Partai Politik karena Presidential Threshold
UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 pasal 169 telah mengatur tentang syarat-syarat untuk mencalonkan diri menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang juga berlaku sebagai syarat calon Presiden 2024 (capres 2024) dan calon Wakil Presiden 2024 (cawapres 2024).
Mengenai yang terkait dengan pengusulan bakal calon Presiden dan calon Wakil Presiden, menurut Pasal 221 UU Pemilu, diusulkan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Syarat Presidential Threshold tersebut sangat membatasi warga negara yang potensial untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden RI termasuk para ketua umum partai politik. Dalam realitas politik saat ini hanya PDIP yang bisa mengusung sendiri calon presiden dan calon wakil presiden RI.
Mengapa? Karena semua partai politik yang memiliki perwakilan di DPR RI kecuali PDIP tidak bisa mencalonkan sendiri calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka harus berkoalisi dengan partai lain karena tidak memenuhi presidential threshold 20 %.
Ketika berkoalisi dengan partai lain, yang menjadi kendala siapa calon presiden. Setiap ketua umum ingin menjadi calon presiden atau calon wakil presiden agar memberi dampak positif bagi peningkatan perolehan suara partai politik yang dipimpin dalam pemilihan umum.
Sebagai contoh, Prabowo Subianto, ketua umum Partai Gerindra sudah ditetapkan oleh partainya untuk menjadi calon presiden RI 2024. Media memberitakan bahwa Partai Gerindra sudah membangun kerjasama dengan PKB. Akan tetapi, Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum PKB ingin juga menjadi calon presiden atau calon wakil presiden RI.
Persoalan yang dihadapi, elektabilitas Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden atau calon wakil presiden tidak tinggi sehingga Prabowo Subianto sebagai calon presiden dari Partai Gerinda nampak gamang untuk berpasangan dengan ketua umum PKB tersebut.
Itu sebabnya pada saat Partai Gerindra memperingati HUT ke-15 muncul wacana Prabowo Subianto berpasangan dengan kader NU selain Muhaimin Iskandar. Keinginan Prabowo Subianto pasti tidak diterima PKB karena mereka yang berdarah-darah tidak akan memberi manfaat bagi peningkatan elektabilitas PKB.
Kalau Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merasa tidak diperlakukan secara baik, bisa saja PKB keluar dari koalisi Indonesia Raya Bangkit yang dibangun Gerindra dan PKB, yang berarti Prabowo Subianto gagal menjadi calon presiden RI 2024.
Muncul wacana bersatunya Koalisi Indonesia Baru dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Koalisi Perubahan menyambut baik wacana tersebut. https://t.co/QjyCAy1hQ1
— detikcom (@detikcom) February 12, 2023
Melihat Peluang Lebur 3 Partai KIB dengan KIR Jadi Satu Koalisi https://t.co/UdKZRNDkGG
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 12, 2023
Anies Baswedan Akui Pernah Tolak Tawaran Jadi Cawapres Prabowo https://t.co/L61QREiJe9
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 11, 2023
Semula ada indikator dengan kedekatan Prabowo dengan Megawati, Gerindra akan bersama PDIP membangun aliansi untuk berkoalisi dalam pemilu serentak 2024. Akan tetapi, penegasan Megawati Soekarnoputri pada saat HUT PDIP beberapa waktu lalu bahwa PDIP akan mengusung sendiri kadernya dalam pemilu serentak 2024, maka pupuslah harapan adanya duet Prabowo dengan Puan atau kader PDIP lain dalam pemilu 2024.
Begitu juga Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN dan PPP. Sampai saat ini belum bisa melakukan deklarasi untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden 2024. Masalahnya, Airlangga Hartarto, ketua umum Partai Golkar yang sudah diputuskan dalam Munas Golkar dan Rakernas Golkar bahwa Airlangga Hartarto adalah calon presiden Partai Golkar 2024, namun elektabilitasnya tetap rendah, sehingga muncul kegamangan untuk mendeklarasikan Airlangga menjadi calon presiden 2024.
Masalah yang dihadapi PAN dan PPP jika kedua partai berbasis massa Islam itu mencalonkan Airlangga Hartarto, Ganjar Pranowo, Erick Thohir, apakah kedua partai itu memperoleh peningkatan dukungan suara yang signifikan, supaya lolos parliamentary threshold 4 % dalam pemilu 2024?
Sebagai sosiolog, saya mengatakan bahwa peningkatan dukungan suara tidak akan diperoleh PAN dan PPP., justru massa pendukung kedua partai tersebut yang secara tradisional memilih PAN dan PPP akan mengalihkan pilihan mereka ke Anies Baswedan dan partai-partai politik yang mendukung Anies Baswedan seperti Partai Nasdem, Partai Demokrat, PKS dan Partai Ummat.
Oleh karena itu, diperlukan perobahan sistem pemilu yang menghapus presidential threshold serta parliamentary threshold, karena sistem ini tidak saja mengamputasi demokrasi, tetapi sumber korupsi karena untuk bisa diusung suatu partai politik, harus menyetor sejumlah uang kepada partai politik.
Kita apresiasi Partai Nasional Demokrat (NasDem), begitu juga Partai Demokrat dan PKS yang tidak mensyaratkan Anies Baswedan untuk menyetor sejumlah uang kepada partai-partai politik tersebut.
Sekarang ini koalisi perubahan sudah terbentuk. Sehingga memenuhi syarat untuk Anies Baswedan menjadi calon presiden untuk pemilu 2024. Walaupun begitu, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Presidential Threshold merupakan suatu masa dimana berakhirnya Ketua parpol menjadi calon presiden. Apabila setelah pemilu 2024 Presidential Threshold tetap ada, maka sekarang saatnya partai politik mulai bertanya siapakah calon presiden yang harus di dukung di pemilu 2024.
Dengan mengucap bismillah, kepercayaan itu kini telah diembankan.
Kemarin @PKSejahtera telah menyatakan dukungannya, melengkapi deklarasi Partai @NasDem pada 3 Oktober 2022, dan pernyataan @PDemokrat pada 26 Januari 2023, maka presidential threshold 20% telah terlampaui. pic.twitter.com/CMT958dQ0D
— Anies Rasyid Baswedan (@aniesbaswedan) January 31, 2023

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
