Kasus yang menggemparkan publik dalam berapa hari terakhir ini dan menjadi sorotan publik yang ramai diperbincangkan, merupakan residu dari permasalahan pendidikan yang gagal membentuk karakter moral.
Pertama, penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora, putra dari salah satu petinggi Pengurus Pusat (PP) GP Ansor, yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio, putra dari seorang pejabat di Ditjen Pajak.
Kedua, penyiksaan dan dipaksa minum alkohol 96 persen oleh temannya, yang berakibat kematian dua pelajar di Makassar. Tidak hanya menewaskan dua pelajar, beberapa korban lain diketahui masih kritis di rumah sakit (detik.com, 3 Maret 2023 6:04 WIB).
Viral tiga orang pelajar di Makassar tewas usai mengonsumsi miras oplosan. Sebelumnya, mereka bersama beberapa rekannya sempat dirawat di rumah sakit. https://t.co/30XZ6ETpud
— detikcom (@detikcom) March 2, 2023
Ketiga, kasus penyiksaan Mario terhadap David dan gaya hidup Mario yang hedonis, telah mengundang dugaan publik bahwa ayahnya yang merupakan pejabat di Ditjen Pajak dan kaya raya, diduga telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri dan keluarga, sehingga KPK panggil Rafael Alun untuk jelaskan asal harta Rp 56,1 milyar (CNN Indonesia, Senin, 27 Feb 2023 14:30 WIB).
Menko Polhukam Mahfud Md bercerita soal dirinya minta KPK memeriksa harta Rp 56 miliar yang dimiliki pejabat pajak Rafael Alun Trisambono. https://t.co/Cc7boxCJkE
— detikcom (@detikcom) March 2, 2023
Masalah korupsi, Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI pernah mengatakan, korupsi yang terjadi saat ini jauh lebih buruk jika dibandingkan masa Orde Baru.
Hal itu menurutnya bukan merujuk kepada jumlah korupsinya, melainkan kondisi korupsi yang semakin meluas.
“Korupsi sekarang semakin meluas. Lebih meluas dari zaman Orde Baru. Saya katakan, saya tidak akan meralat pernyataan itu. Kenyatannya saja, sekarang, hari ini korupsi itu jauh lebih gila dari zaman Orde Baru. Saya tidak katakan semakin besar atau apa jumlahnya. Tapi meluas,” ujarnya dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5/6/2021).
Kegagalan Pendidikan
Tiga kasus yang dikemukakan di atas, yaitu penganiyaan terhadap David, penyiksaan yang mengakibatkan dua pelajar tewas, serta dugaan korupsi yang dilakukan RAT, jika dilihat dari aspek pendidikan, maka merupakan wujud dari kegagalan pendidikan.
Dalam tulisan saya di Twitter ketika merespon kasus penganiyaan terhadap David yang dilakukan Mario, saya menulis di Twitter sebagai berikut: “Kasus Mario Dandy mrpkn puncak gunung es dari masalah pendidikan kita yg gagal menghadirkan anak didik yg berkarakter moral. Pendidikan kita hny berhasil mendidik org pintar tapi nihil yg berkarakter moral. Akibatnya ngr kita bukan smkn lama smkn baik.”
Tulisan tersebut dipublikasikan di Twitter 24 Februari 2023, sangat ramai yang merespon, bahkan terbanyak yang merespon sepanjang saya menulis di Twitter, dengan like (suka) 1.323, kutipan 142 dan retweet 278, tayangan 265 ribu.
Ketiga kasus yang saya kemukakan, menampar kita semua karena ada kaitan erat dengan sistem pendidikan yang kita amalkan selama ini.
Jika merujuk tujuan pendidikan nasional kita adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur serta memiliki keterampilan dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa,” maka sejatinya tidak terjadi tiga hal yang dikemukakan di atas.
Menurut saya, ada tiga pilar sistem pendidikan kita yang harus disukseskan. Jika ketiga-tiganya gagal, maka anak-anak kita akan bernasib seperti Mario dan pelajar di Makassar yang menganiaya temannya dan memaksa minum alkohol sehingga tewas. Selain itu, korupsi merajalela sebagaimana dikemukakan Prof Mahfud MD.
Pertama, pendidikan di rumah. Ibu adalah guru dan rumah adalah sekolah yang pertama bagi seorang anak. Kalau ibu sebagai guru sukses mendidik anak di rumah, maka seorang anak memiliki bekal untuk hidup yang baik di masa depan. Sebaliknya jika pendidikan di rumah gagal, maka masih ada institusi pendidikan yang bisa menolong yaitu di sekolah.
Kedua, pendidikan di sekolah. Fakta yang kita alami selama mengikuti pendidikan di sekolah dasar sampai perguruan tinggi, ada pendidikan agama untuk mengajarkan supaya beriman dan bertaqwa, tetapi tidak membuat anak didik menghayati dan mengamalkan agamanya. Masalahnya spirit agama tidak ditanamkan kepada anak didik, sehingga tetap mengamalkan “budaya menerabas.”
Ketiga, pendidikan di masyarakat. Sejatinya pendidikan di masyarakat hadir untuk ikut menjaga, memelihara dan merawat anak-anak menjadi baik dan berkarakter moral dan berkarakter kinerja yang tinggi. Fakta yang kita alami dan saksikan, peran masyarakat untuk membentuk anak dilingkungan masing-masing sudah pudar.
Keteladanan para pemimpin informal dan formal di masyarakat nyaris tidak nampak. Padahal keteladanan sangat penting sebagai sosok yang diteladani dan diikuti.
Untung ada Masjid, pengajian, Gereja, Pura, dan taman kanak-kanak, tetapi jangkauannya terbatas. Hanya mereka yang sejak kecil dididik taat beragama yang selalu ke rumah ibadah dan pengajian.
Untuk membangun masa depan Indonesia yang maju dan hebat seperti Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain, diperlukan penataan kembali sistem pendidikan nasional.
Ulah Mario Dandy Satriyo (20) menganiaya Cristalino David Ozora alias David (17) berbuntut panjang. Sejumlah institusi pendidikan angkat bicara. Ini pernyataannya. https://t.co/Pag3STMMnv
— detikcom (@detikcom) February 26, 2023
5 Faktor Penyebab Stratifikasi Sosial, Kekayaan hingga Pendidikan https://t.co/aVunGFWK60
— CNN Indonesia (@CNNIndonesia) February 20, 2023
Psikolog Sebut Pendidikan Moral Cegah Sifat Kekerasan Anak https://t.co/rlv05paSTi #TempoVideo
— tempo.co (@tempodotco) February 25, 2023
Bangun Karakter Moral & Karakter Kinerja
Anies Baswedan dalam sebuah Podcast mengemukakan bahwa pendidikan merupakan jembatan untuk membangun karakter moral dan karakter kinerja.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menuturkan pendidikan karakter tidak bisa hanya diajarkan di ruang kelas, namun juga di ruang kehidupan.
“Pendidikan karakter abad 21 itu simpel, ujung-ujungnya membuat kebiasaan. Setelah kebiasaan, nanti akan memiliki karakter dan akhirnya terbentuk budaya,” tuturnya.
Anies Baswedan mengemukakan, pendidikan karakter selama ini hanya dipahami sebagian besar masyarakat sebagai pendidikan moral. Padahal pendidikan karakter kinerja tidak kalah penting untuk diajarkan dan dibiasakan kepada anak-anak.
“Karakter kinerja seperti kerja keras, disiplin, kerja tuntas, tak mudah menyerah, itu semua karakter juga. Bukan hanya jujur, sopan, atau hormat ke orang tua,” ujar Anies.
Keluarga bahagia adalah salah satu indikator kesuksesan sebuah pembangunan. Membesarkan anak dalam keluarga adalah bibit untuk munculnya sebuah karakter bangsa. Keluarga adalah kunci, keluarga adalah awal.
Selamat Hari Keluarga Nasional Ke-25, selamat bagi kita semua. pic.twitter.com/UxZiYEdzSj
— Anies Rasyid Baswedan (@aniesbaswedan) June 29, 2018
Pd 25/11/2022 kita memperingati Hari Guru. Guru memegang peran penting utk menumbuhkan karakter moral dan karakter kinerja. Anies Baswedan telah memandu kita utk melakukan dua hal tsb agar bgs Indo. maju seperti bangsa2 lain di dunia yg sdh maju. https://t.co/LJ4wQL3yAc
— Musni Umar (@musniumar) November 25, 2022
Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 mencontohkan tidak ada orang tua yang ingin anaknya jujur tapi malas atau bekerja keras tapi culas. Karena itulah, pendidikan karakter moral dan karakter kinerja harus bisa diselaraskan dan seimbang.
Pendidikan karakter, sambung Anies, tidak hanya diajarkan lewat lisan namun juga melalui keteladanan. Anies menekankan pentingnya keteladanan dari orang tua untuk membentuk karakter anak.
“Jadi jangan sampai kita menyuruh anak kita untuk jujur, jangan korupsi. Tapi kita sebagai orang tua malah melanggar lalu lintas, misalnya,” ucap Anies.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyebut maraknya kekerasan antar pelajar akhir-akhir ini disebabkan tak berjalannya pendidikan karakter.
#KekeranAntarPelajarhttps://t.co/Vzzv8FKa3U— medcom_id (@medcom_id) March 1, 2023
Orang tua tidak bisa mengabaikan pendidikan karakter anak. https://t.co/FlpUq2KfiO
— Republika.co.id (@republikaonline) March 2, 2023
[BERITA KPK] KPK menerima kunjungan audiensi dari Kelompok Belajar Bintani dalam rangka internalisasi Pendidikan karakter pada anak usia dini. Audiensi ini digelar di Gedung ACLC KPK pada Jumat 24 Februari 2023. #PencegahanKPK (1/4) pic.twitter.com/eSSLawwJIK
— KPK (@KPK_RI) February 27, 2023

Musni Umar adalah Sosiolog dan Warga DKI Jakarta.
